Kupas Perubahan Bajak Laut Indonesia
SURABAYA – Bajak laut masih menjadi masalah besar bagi kapal-kapal pengiriman barang. Termasuk di perairan Indonesia. Meski kasusnya mulai menurun, hal itu tetap harus diwaspadai. Kemarin (22/2) Institute Francais Indonesia (IFI) Surabaya membuka dialog bersama di Aula BG Munaf Teknik Perkapalan Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Kegiatan tersebut diikuti 50 peserta dari berbagai kalangan. Mulai mahasiswa, Akademi Angkatan Laut, STTAL (Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut), hingga umum. Selain seminar, para peserta diajak bermain peran tentang penanganan penyerangan bajak laut.
Eric Frecon, dosen sekaligus peneliti di Akademi Kelautan Perancis, menyatakan bahwa ada empat perubahan sistem perompak di perairan Indonesia. Antara lain, bergesernya aksi ke gugus kepulauan yang terisolasi, namun dekat dengan jalurjalur pelayaran internasional. Misalnya, kawasan Pulau Anam- bas dan Natuna.
Berubah pula cara kerja kelompok bajak laut dari serangan terbuka yang spontan menjadi serangan tersembunyi yang diorganisasi dan dikepalai seorang ’’godfather’’. Para bos itu memiliki kekuasaan semakin besar di daratan. Dia bisa membebaskan anak buahnya dari penjara dengan cepat. ’’Perompak kini merekut pencari kerja ke Batam dan nelayan yang makin kesulitan mencari ikan,’’ katanya.
Menurut dia, sejak 2015, perampokan bersenjata terhadap kapal laut dan pembajakan di Asia Tenggara, khususnya di sepanjang Selat Malaka, mengalami penurunan. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan bajak laut akan kembali.
Hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan konteks politik, latar belakang sosial, lingkungan geografis pelaku kriminal, tetapi juga penegak hukum di laut. ’’Penting sekali untuk mempelajari tidak hanya inisiatif regional. Juga nasional,’’ ucapnya.