Baru Boleh Pulang kalau Kerja Liver Normal
Lifter Andalan Indonesia Eko Yuli Irawan Berjuang Melawan Tifus
Kali pertama sepanjang karirnya, Eko Yuli Irawan harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Tubuh kekarnya tidak kuasa melawan sakit tifus.
RAUT wajah Eko tidak sesemringah biasanya. Dia tampak pucat dan lemas. Di tangan kirinya tertancap jarum dengan selang infus untuk memasukkan cairan antibiotik.
Sakit yang dialami Eko tidak terlepas dari program diet yang dijalaninya untuk menjaga berat badan. Sebagai lifter, tubuhnya membutuhkan tenaga besar untuk latihan mengangkat beban ratusan kilogram. Tetapi, karena diet, aktivitas tersebut tidak diimbangi dengan jumlah asupan makanan lebih.
Istri Eko, Masitoh, menuturkan, suaminya memang sangat ekstrem ketika menjalani diet menjelang turnamen. ’’Sampai sehari itu pernah nggak makan,’’ katanya saat ditemui Jawa Pos di Rumah Sakit Hermina Galaxy, Bekasi, pada Kamis (22/2).
Eko merasakan gejala tifus sejak tampil pada Invitation Tournament Asian Games 11 Februari lalu. Saat bersiap naik panggung, dia merasa pusing. Hall A Jakarta Internasional Expo, Kemayoran, yang sangat dingin seakan menambah buruk kondisi tubuh lifter kelahiran Lampung, 24 Juli 1989, itu.
Biasanya, selepas berlomba, panitia memberikan handuk kepada atlet untuk mengelap keringat. ’’Tetapi, pas test event itu nggak ada (handuk). Habis main kan keringetan ditambah kondisi venue yang dingin banget. Jadi menggigil,’’ beber Eko.
Sehari setelah lomba Eko memutuskan pulang ke rumahnya di daerah Galaxy, Bekasi Barat. Badannya demam. Dia mengira hanya masuk angin biasa. Eko melakukan cek darah pada Jumat (16/2). Hasilnya, dia terkena gejala tifus. Kondisinya terus drop sehingga dia dibawa ke RS pada Senin (19/2) dini hari. Eko positif tifus.
Tiga hari di RS kondisi Eko berangsur membaik. Tetapi, dokter belum mengizinkan dia pulang. Padahal, Eko sudah tidak betah. Ini kali pertama dia harus menjalani rawat inap. ’’Kata dokter, kerja liver saya masih berat. Butuh diopname sampai benar-benar normal, baru boleh pulang,’’ terangnya.
Peraih medali perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016 itu hanya bisa pasrah. Dia ingin sembuh total. Meski setelah itu juga tidak bisa langsung berlatih keras. Harus bertahap dan tidak memaksakan diri. ’’Jalani aja dulu. Sedapatnya lah,’’ tutur Eko.
Eko merasa jengkel karena kelas spesialiasinya, 62 kg, dicoret dari Asian Games 2018. Isu doping yang santer terdengar tidak masuk akal jika di- jadikan alasan pencoretan. ’’Indonesia sebagai tuan rumah seharusnya punya hak untuk menentukan nomor-nomor yang menguntungkan tuan rumah. Seharusnya yang tidak berpotensi saja yang dicoret,’’ tegasnya.
Eko berharap, PB PABBSI dan Inasgoc memperjuangkan kelas 62 kg putra dilombakan di Asian Games. Sebab, nomor tersebut berpotensi menyumbangkan emas untuk kontingen Merah Putih.
Melihat kondisi Eko, Masitoh merasa sedih. Sebagai mantan lifter putri nasional, dia memahami tuntutan target medali emas untuk Indonesia yang dibebankan kepada sang suami.
’’Kasihan. Dalam kondisi sakit, dia (Eko, Red) masih aja kepikiran latihan. Saya kasih pengertian biar sembuh dulu, nggak usah dipaksain. Toh, menang kalah sudah ada yang ngatur,’’ kata peraih medali perunggu SEA Games 2011 tersebut.