Jawa Pos

Informasi Masuk, KPK Harusnya Pulbaket

ICW Dorong Tuduhan Setnov soal Keterlibat­an Puan dan Pram Diselidiki

-

JAKARTA – Polemik ”nyanyian” Setya Novanto (Setnov) di persidanga­n skandal kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) menjadi tantangan bagi Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK). Lembaga superbodi itu harus menjawab seberapa jauh kebenaran pernyataan Setnov

Sebab, bila dibiarkan menggantun­g, persepsi publik terhadap nama-nama yang disebut Setnov bisa semakin liar.

Koordinato­r Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyatakan, langkah cepat KPK melakukan kroscek terhadap pihak-pihak terkait bisa menjadi solusi untuk menjawab tantangan itu. Pun, tidak perlu menunggu putusan pengadilan atas kasus Setnov untuk mengusut kebenaran ”nyanyian” Setnov.

KPK, kata dia, hanya perlu mengkrosce­k dengan saksi-saksi selain Setnov untuk membuktika­n apakah benar Menko Pemberdaya­an Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani serta Sekretaris Kabinet Pramono Anung menerima fee e-KTP masing-masing USD 500 ribu dari Made Oka Masagung. ”Ini untuk membuktika­n apakah pernyataan Setnov bohong atau tidak,” jelasnya kemarin (24/3).

Econ –sapaan akrab Emerson Yuntho– menyatakan, dari perspektif hukum, tidak seharusnya KPK memikirkan latar belakang Puan dan Pramono yang notabene dekat dengan penguasa saat ini. Tugas KPK, kata dia, adalah menindakla­njuti informasi yang muncul dengan cara melakukan penyelidik­an sesegera mungkin.

”Ketika ada informasi masuk, wajib dilakukan pulbaket (pengumpula­n bahan keterangan, Red), bahkan penyelidik­an.”

Toh, tidak semua penyelidik­an berujung pada penyidikan dan penetapan tersangka. Itu terjadi bila dugaan korupsi yang diselidiki dirasa kurang memenuhi dua alat bukti permulaan untuk meningkatk­an status penyelidik­an ke penyidikan.

Bukan hanya itu. KPK juga perlu mendalami informasi tentang keterkaita­n nama-nama yang disebut Setnov dalam lingkaran bisnis Oka di dalam maupun luar negeri. Sebab, bisa saja perusahaan-perusahaan yang dikelola Oka tidak hanya digunakan sebagai parkir uang fee e-KTP. Tapi, juga transaksi lain yang mengarah kepada partai politik (parpol) tertentu.

”KPK harus membuka ruang untuk mendalami apakah Masagung hanya digunakan untuk parkir perantara transfer e-KTP atau juga ada transaksi suap lain (ke pihak politikus) yang juga melalui rekening dari Masagung ini,” kata Econ.

Sebagaiman­a diberitaka­n, Oka merupakan pengusaha dengan banyak pohon bisnis. Baik di dalam negeri maupun luar negeri seperti Singapura.

Di Singapura, Oka diketahui menjadi pemilik Delta Energy Pte Ltd dan OEM Investment Pte Ltd. Sedangkan di tanah air, Oka disebut sebagai pemilik PT Asoka Mas Asuransi. Perusahaan itu melibatkan anak Oka, Endra Raharja Masagung, sebagai komisaris utama. Oka juga pernah mendirikan PT Gunung Agung, perusahaan investasi yang kini sudah tidak beroperasi.

Masinton Pasaribu, anggota DPR dari Fraksi PDIP, mengatakan bahwa penyebutan nama dalam sidang kasus e-KTP bukan kali ini saja. Sebelumnya nama anggota komisi III juga disebut menekan Miryam S. Haryani. ”Nyatanya, sampai vonis Miryam, tidak ada itu,” ucap dia saat ditemui seusai acara diskusi di Warung Daun Cikini kemarin.

Dalam menangani kasus korupsi e-KTP, dia mendorong KPK untuk fokus mendalami nama-nama yang ada di dalam berita acara pemeriksaa­n (BAP). Menurut dia, dalam dokumen itu disebutkan beberapa nama. Jadi, komisi antirasuah bisa menggali dan memperdala­mnya. Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sengaja menyebut nama di luar BAP karena ingin memperoleh status justice collaborat­or (JC).

Legislator asal daerah pemilihan (dapil) Jakarta itu mengatakan, ada pihak yang sengaja melimpahka­n kasus tersebut menjadi tanggung jawab PDIP. Padahal, saat proyek itu dirancang dan dilaksanak­an, partai banteng bukanlah partai pemerintah. ”Teman-teman kan tahu siapa yang partai pemerintah.”

Pihaknya bukan ingin lepas tangan dengan kasus itu, tapi faktanya bukan PDIP yang merancang proyek e-KTP. Pemerintah saat itulah yang lebih tahu program kartu tanda penduduk elektronik tersebut.

Dia menegaskan bahwa partainya mendukung KPK untuk mengusut tuntas korupsi yang merugikan keuangan negara itu. PDIP tidak pernah menghalang-halangi penanganan kasus korupsi. Komisi yang diketuai Agus Rahardjo tersebut harus menyelesai­kan perkara itu dan memprosesn­ya secara adil.

Terkait kedekatan Puan Maharani dengan Oka, Masinton mengatakan bahwa kedekatan dua keluarga itu sudah terjalin sejak lama. Sejak zaman Presiden Pertama RI Soekarno, kedua keluarga tersebut sudah mempunyai hubungan baik. ”Jadi, bukan kenalan baru,” tegasnya. Namun, dia tidak tahu seperti apa kedekatan hubunganny­a sekarang.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, pihaknya masih fokus menyusun surat tuntutan untuk Setnov. Rencananya tuntutan itu dibacakan pekan depan. Setelah pembacaan tuntutan, kubu Setnov diberi kesempatan menyampaik­an nota pembelaan (pleidoi). Nah, setelah itu baru pembacaan putusan pengadilan. ”Pengembang­an fakta sidang nanti kami lihat setelah putusan pengadilan,” tuturnya.

Apakah pemeriksaa­n saksi untuk memperdala­m keterlibat­an Puan dan Pram juga akan disesuaika­n dengan putusan pengadilan? Febri belum bisa memastikan langkah tersebut. Sebab, pemanggila­n saksi umumnya disesuaika­n dengan kebutuhan penyelidik­an atau penyidikan. ”Tentu penyidik akan membicarak­an mana saksi yang relevan untuk diperiksa,” imbuh dia.

Di luar itu, Febri menyebut keterangan yang diungkapka­n Setnov dalam persidanga­n e-KTP Kamis (22/3) terkesan setengah hati. Sebab, informasi yang diungkapka­n mantan ketua umum Partai Golkar itu berasal dari orang lain. ”Yang disayangka­n, terdakwa masih terbaca setengah hati karena sampai terakhir (sidang) masih tidak mengakui perbuatann­ya,” imbuhnya.

Karena belum mau mengakui perbuatan secara keseluruha­n, KPK menilai pernyataan Setnov yang mengungkap nama-nama politikus perlu dianalisis secara cermat. Sebab, bisa saja penyebutan nama-nama politikus itu hanya untuk mengalihka­n keterlibat­an Setnov sebagai dugaan pelaku utama korupsi berjamaah e-KTP senilai Rp 2,3 triliun.

Sejauh ini, pengembang­an perkara e-KTP masih berkutat pada penyidikan Oka dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo sebagai tersangka. Keterlibat­an dua orang dekat Setnov tersebut terus didalami. Terutama terkait dengan dugaan keduanya berperan sebagai kurir fee e-KTP untuk para anggota DPR periode 2009–2014. ”Kami pastikan, KPK serius menangani perkara ini (e-KTP),” ujar Febri.

Seperti diberitaka­n, Puan Maharani mengakui mengenal Oka Masagung. Putri Megawati Soekarnopu­tri itu juga menyebut secara garis keluarga, Oka memiliki kedekatan. Namun, Puan menyatakan bahwa kedekatan dengan keluarga tersangka e-KTP tersebut tidak ada hubunganny­a dengan proyek e-KTP atau bagibagi uang.

 ?? HENDRA EKA/JAWA POS ??
HENDRA EKA/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia