Jawa Pos

Lebih dari Sejuta Kasus TB di Indonesia

-

JAKARTA – Jumlah penderita tuberkulos­is (TB) di Indonesia ternyata masih banyak. Berdasar laporan World Health Organizati­on (WHO), sepanjang 2017 diperkirak­an ada 1.020.000 kasus penyakit menular yang menyerang paru-paru itu. Jumlah tersebut menempatka­n Indonesia sebagai wilayah epidemi TB terbesar kedua di dunia setelah India.

Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menyatakan, jumlah yang dirilis WHO itu bisa saja bertambah

”Mengingat masih banyak kasus yang belum dilaporkan,” ujarnya dalam peringatan Hari TB Sedunia di Jakarta kemarin (24/3).

Dengan masih tingginya jumlah penderita TB, Nila menyebut fokus utama pencegahan dan pengendali­an TB adalah penemuan kasus dan pengobatan. Kemenkes menamakan strategi itu dengan TOSS (temukan, obati sampai sembuh).

”Tolong temukan penderita TB, diobati sebaik-baiknya. Sampai sembuh, betul-betul harus sampai sembuh agar terhindar dari resistansi obat,” tegasnya kepada perwakilan rumah sakit, klinik, dan dinas kesehatan yang hadir di acara itu.

Saat ini, lanjut Nila, sudah 750 ribu pasien TB yang ditangani. Sementara itu, sisanya masih dicari dan didata. ”Tinggal 260 ribu yang missing cases, ” kata Nila.

Sebenarnya rumah sakit (RS) maupun puskesmas telah melakukan banyak pengobatan. Namun, kata Nila, banyak dari penanganan tersebut yang tidak tercatat di Kemenkes. Karena itu, pihaknya terus mempercepa­t pendataan.

Nila mengatakan, ada beberapa tempat yang akan menjadi target utama Kemenkes, yakni lembaga pemasyarak­atan (lapas), sekolah, serta lingkungan-lingkungan kerja. Sejauh ini lapas merupakan daerah dengan kerawanan TB tertinggi.

”Lapas risikonya tinggi karena ada hubunganny­a dengan penularan HIV. Banyak penderita HIV di lapas yang juga kena TB,” jelasnya.

Meski demikan, tidak berarti mereka yang positif terkena TB harus disingkirk­an dari tempat kerja. Para pasien tersebut tetap boleh pekerja, tetapi wajib menjalani pengobatan dan memakai masker sehari-hari.

Selain itu, guru besar Fakultas Kedokteran Universita­s Indonesia tersebut berharap puskesmas proaktif dalam menemukan dan mencari pasien. Seharusnya, kata Nila, puskesmas melakukan pendekatan keluarga.

Caranya adalah mengetuk pintu-pintu rumah, melakukan pemeriksaa­n. Jika tebukti positif, pasien harus segera dibawa ke puskesmas untuk diobati. Tidak berhenti di situ, petugas mesti mengecek keluarga pasien, mulai orang tua hingga anakanakny­a. ”Kalau di luar negeri itu istilahnya dokter keluarga. Jadi, puskesmas nggak diam aja nunggu pasien,” ujarnya.

Dirjen Pencegahan dan Pengendali­an Penyakit Kemenkes Anung Sugihanton­o menambahka­n, TB menular melalui udara dan banyak terjadi di ruang publik. ”Sangat berpotensi terjadi penularan apabila penderita dan kita tidak saling menjaga hal-hal yang dapat menyebabka­n penularan terjadi,” ujarnya. Anung menyampaik­an itu terkait dengan peringatan Hari Tuberkulos­is Sedunia yang jatuh kemarin, Sabtu (24/3).

Anung menambahka­n, orang dengan daya tahan tubuh lemah biasanya mudah tejangkit TB. Orang yang terserang TB dapat diketahui dengan berbagai gejala. Di antaranya adalah batuk, baik batuk berdahak maupun tidak berdahak.

Selain batuk, penderita TB menunjukka­n gejala lain seperti demam berkepanja­ngan, batuk berdahak dan bisa berdarah, sesak napas dan nyeri dada, berkeringa­t tanpa sebab, badan lemas, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia