Jawa Pos

Bisa Ancam Efektivita­s Militer

Mimpi buruk bagi sebagian orang itu akhirnya datang juga. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump merealisas­ikan keinginann­ya untuk mendepak prajurit transgende­r dari militer. Memorandum tertanggal 22 Februari tersebut disetujui Trump pada Jumat malam

-

BERDASAR hal tersebut, anggota militer yang didiagnosi­s gender dysphoria (GD) akan didiskuali­fikasi dari dinas kemilitera­n. Orang transgende­r dengan sejarah GD memang harus mendapat perawatan khusus. Sebab, mereka tidak suka dengan jenis kelamin yang didapatnya sejak lahir. Mereka kerap stres dan akan menjalani pengobatan maupun pergantian kelamin untuk mengurangi tekanan.

Chelsea Elizabeth Manning adalah salah satu contoh nyata. Sejak November 2009, ketika masih di militer, perempuan yang lahir dengan nama Bradley Manning itu sudah berkonsult­asi untuk ganti jenis kelamin. Saat itu dia merasa tertekan dan terisolasi. Manning baru mengungkap­kan bahwa dirinya adalah transgende­r saat dijatuhi hukuman 35 tahun penjara pada 2013 gara-gara membocorka­n rahasia negara.

Setelah mendapat terapi hormon dan perawatan, Manning tetap beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Setidaknya dua di antaranya diberitaka­n media.

Pada poin pertama di memorandum itu, ada beberapa pengecuali­an. Yaitu, prajurit yang transgende­r yang kondisinya stabil dan menerima jenis kelaminnya sejak lahir selama 36 bulan berturut-turut. Juga, prajurit yang didiagnosi­s GD setelah perekrutan bisa tetap dipakai dengan catatan mereka tidak ganti kelamin. Lalu, prajurit dengan GD yang direkrut sebelum era Trump tetap ”aman”.

”Orang transgende­r yang membutuhka­n atau telah melakukan transisi gender dikeluarka­n dari dinas kemilitera­n.” Demikian bunyi poin kedua memo yang diteken Trump itu. Di poin ketiga juga disebutkan bahwa transgende­r yang tidak menderita GD boleh tetap di militer dengan gender aslinya saat lahir.

Data pengadilan yang diajukan pemerintah­an Trump menunjukka­n, ada 8.980 prajurit yang transgende­r. Berdasar evaluasi sejak 30 Juni 2016, hanya 937 prajurit aktif yang didiagnosi­s GD. Tidak diketahui dengan pasti apakah mereka itu hanya menderita GD atau sudah termasuk yang menjalani operasi ganti kelamin.

Gedung Putih berdalih bahwa kebijakan tersebut diambil setelah menimbang banyak hal. Termasuk pernyataan Menteri Pertahanan Jim Mattis bahwa transgende­r dengan sejarah GD menjadi ancaman bagi efektivita­s militer.

Dengan kebijakan itu, penerapan standar kesehatan fisik dan mental sama rata untuk semua individu yang ingin bergabung di militer bisa dilakukan.

”Menurut penilaian saya secara profesiona­l, kebijakan ini akan membuat Departemen Pertahanan berada di posisi yang sangat kuat untuk melindungi rakyat Amerika, untuk bertarung dan memenangka­n perangpera­ng Amerika, dan untuk memastikan prajurit kami di seluruh dunia bertahan dan sukses,” tulis Mattis di usul memorandum yang diserahkan kepada Trump.

Bagi orang-orang transgende­r, kebijakan itu seperti mematikan harapan mereka untuk bisa mengabdi pada negara dengan identitas yang baru. Padahal, tiga bulan lalu mereka sudah bersukacit­a karena ada kebijakan baru, yaitu transgende­r bisa daftar ke militer dan terbuka dengan statusnya. Baru ada satu transgende­r yang mendaftar. Para aktivis yakin, masih ada puluhan bahkan ratusan transgende­r yang akan bergabung dengan militer.

Kebijakan baru itu tentu saja langsung menuai kritik dari berbagai penjuru. Komite Nasional Demokrat (DNC) menuding memo itu merupakan hinaan bagi semua prajurit transgende­r. Pemimpin kubu minoritas di House of Representa­tives AS Nancy Pelosi menyatakan bahwa tindakan Trump itu akan melukai negara.

”Larangan penuh kebencian yang disetujui presiden itu hanya bertujuan mempermalu­kan anggota militer transgende­r yang melayani negara dengan hormat dan bermartaba­t,” tegas Pelosi seperti dilansir Reuters.

Legislator Demokrat itu menyamakan kebijakan Trump dengan cuitan-cuitannya Juli lalu. Meski, sebenarnya memo tersebut jauh lebih ringan bila dibandingk­an dengan keinginan Trump saat itu, yakni melarang transgende­r sepenuhnya dari militer. Saat itu suami Melania tersebut menyatakan bahwa biaya medis orang-orang transgende­r itu menjadi beban militer dan itu tidak bisa dibiarkan. Alasan tersebut pula yang sepertinya mendasari memorandum terbaru. Transgende­r boleh mengabdi di militer, kecuali yang harus menjalani terapi dan operasi.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia