Warga Galang Petisi Penolakan
Terkait Perubahan Nama Jalan Gunungsari
SURABAYA – Polemik perubahan nama jalan di Surabaya belum tuntas. Mereka menolak nama jalan tempat tinggalnya berubah. Agar lebih konkret, warga Jalan Gunungsari berencana menggalang petisi menolak pergantian nama jalan menjadi Prabu Siliwangi.
Susan Schmidt, salah seorang warga di Jalan Raya Gunungsari, mengaku resah ketika tahu nama jalan di depan rumahnya akan diganti. Yang paling dia khawatirkan adalah pengurusan dokumen yang berkaitan dengan data kependudukan. ”Bukan hanya KTP. Mau urus STNK, bank, semuanya harus pakai alamat. Kalau ada alamat beda sedikit saja sudah susah mengurusnya,” ungkap Susan ketika ditemui Jawa Pos kemarin (24/3).
Menurut dia, yang akan kena imbasnya bukan hanya warga yang bermukim langsung di tepi jalan tersebut. Tetapi, juga warga yang ada di belakang. Sepanjang Jalan Gunungsari terdapat beberapa gang kecil yang kemudian menghubungkan jalan raya dengan permukiman padat penduduk di belakangnya. Yang akan terimbas bukan hanya puluhan bangunan di Jalan Raya Gunungsari, tetapi juga permukiman tersebut. Sebab, pemberian alamat mereka juga menggunakan nama Gunungsari
J
Sebagian warga pun memiliki lebih dari satu persil bangunan di sepanjang jalan raya tersebut. Susan mengaku sangsi jika kepengurusan khusus untuk warga yang terdampak perubahan nama jalan akan lebih mudah. Berdasar pengalaman pribadinya, dia harus menunggu selesainya pengurusan KTP elektronik hingga dua tahun. ”Belum mengurus yang lainnya, lebih lama lagi,” ungkapnya.
Meski keras menolak, warga masih mencari-cari cara untuk menyampaikan aspirasi mereka. Sebab, sebagian mengaku belum mengetahui jalur atau prosedurnya. Untuk sementara, Susan menambahkan, beberapa warga mengusulkan adanya petisi penolakan. Jadi, setiap kepala keluarga menandatangani petisi atau menulis surat masing-masing untuk kemudian disampaikan kepada pejabat yang berwenang. ”Harapannya sih semoga tidak diganti,” ujarnya.
Warga sebenarnya masih bisa menyampaikan penolakan maupun aspirasi mereka tentang perubahan nama jalan itu ke DPRD Surabaya.
Ketua RT V Kelurahan Sawunggaling Murtaji membenarkan adanya rencana penyampaian petisi itu. Dia menegaskan bahwa semua warga menolak. Khususnya warga asli. ’’Warga asli jelas menolak. Kan banyak dokumen yang harus diurus,” ungkapnya.
Murtaji menyatakan, sebelum menyampaikan petisi tersebut, dirinya dan sejumlah perwakilan warga mengadakan pertemuan dengan RT lain serta RW. ’’Rencananya besok (hari ini, Red),” katanya.
Dia menyayangkan jika perubahan nama jalan jadi dilakukan. Sebab, ada 50 KK di RT V yang bakal terdampak. Lebih banyak lagi di RT VI, tetangganya, yang mencapai 200 KK. Total ada 250 KK yang kena imbas perubahan nama jalan tersebut.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey menegaskan, justru cara itulah yang paling ideal. ”Alurnya seperti itu. Jadi, mereka sampaikan saja ke DPRD karena kita kan perwakilan mereka,” terangnya kemarin.
Dia mengaku tidak tahu mengapa sebagian warga mulai menyuarakan persetujuan dan dukungan terhadap perubahan nama jalan. Namun, dia berharap LPMK tidak berjalan sendiri tanpa sepengetahuan warga. Bahkan, sampai mengklaim bahwa sebagian besar warga mendukung.
Sementara itu, Direktur Sjarikat Poesaka Soerabaia Freddy H. Istanto menilai, warga yang melakukan penolakan sudah menyadari konsekuensi jangka panjang yang akan mereka tanggung.
Bukan cuma menitikberatkan pada nilai historis, tetapi juga pada persoalan hukum yang harus diurus warga. Penggantian nama jalan, jelas dia, tidak hanya urusan mengganti papan nama. ”Konsekuensi hukumnya tidak serta-merta selesai begitu papan nama diganti. Masih butuh tahunan untuk menyelesaikan hal-hal tersebut,” jelasnya.