Pengobatan Dua Tahun tanpa Putus saat Kambuh
Cerita Mereka yang Sembuh dari TB
Tuberkulosis (TB) masih menjadi ancaman di Indonesia. Dalam catatan berbagai fasilitas kesehatan, diketahui bahwa jumlah pasien meningkat setiap tahun. Meski begitu, tidak sedikit yang sembuh setelah rutin berobat. Berikut beberapa kisah mereka.
PULUHAN orang bermasker tampak memenuhi lorong depan poli DOTS/MDR TB RSUD dr Soetomo kemarin pagi (24/3). Secara bergerombol, mereka dipisahkan berdasar kelompok-kelompok tertentu. ”Itu yang paling selatan pengidap tuberkulosis (TB) yang masih awal. Kalau di sisi utara, mereka yang sudah TB resistan,” ujar Sugeng Budiono dalam acara yang dihelat untuk memperingati Hari TB Sedunia itu.
Sugeng merupakan relawan dari Rekat, DWI WAHYUNINGSIH
sebuah komunitas yang berisi para mantan pasien TB. Dulu dia juga mengidap TB. Penyakit tersebut diketahui mengendap di tubuhnya pada 2014. Pria 56 tahun tersebut kehilangan suaranya. Saat memeriksakan diri ke poli THT, Sugeng dirujuk ke poli DOTS/MDR TB. ”Di sana saya dicek dahak dan rontgen. Ketahuan bahwa ternyata ada kuman TB di tubuh saya,” lanjutnya
J
Lamanya waktu tunggu untuk mengikuti uji kir tersebut hingga kini belum diketahui secara pasti. Yang dia tahu, koperasi tempatnya bernaung hanya menyetorkan paling banter sepuluh kendaraan untuk uji kir. Padahal, saat itu yang daftar di satu koperasi bisa ratusan. ”Jadi, kalau dihitung-hitung. Kami pemilik kendaraan sekaligus sopir ini mirip ibadah haji. Ada kloter pemberangkatannya,” ucapnya.
Kepala UPDT Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Wiyung Abdul Manab menuturkan, Pemkot Surabaya tidak pernah membatasi uji kir taksi online tersebut.
Sebenarnya Sugeng merasakan gejala penyakit itu sejak setahun sebelumnya. Awalnya dia hanya batuk biasa. Dia pun menemui dokter umum untuk berobat. Namun, Sugeng tidak merasakan perubahan meski sudah minum obat. ”Seharusnya saat tidak segera sembuh itu saya pergi ke rumah sakit,” kenangnya.
Tentu dia kaget dengan diagnosis TB. Sebab, beberapa tahun sebelumnya, dia pernah terkena penyakit itu dan sudah dinyatakan sembuh. Sugeng makin kaget karena kali ini dokter mendiagnosis kuman di tubuhnya sudah resistan. Pengobatan yang dijalani pun lebih lama daripada sebelumnya.
Jika saat serangan pertama dia hanya perlu minum obat tanpa Dalam aturan uji kir, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya hanya menjalankan perintah dari Dishub Jatim.
Sesuai aturan, untuk bisa menjalani uji kir, taksi online harus sudah mendapat rekomendasi peruntukan dan izin prinsip dari Dishub Jatim. Kalau taksi online tersebut sudah memiliki dua hal itu, pihaknya pasti akan melakukan pengujian. ”Tapi, kalau syarat administrasi tersebut belum lengkap, kami tidak bisa,” katanya.
Dia mengatakan, selama uji kir taksi online diterapkan oleh pemerintah, di Surabaya baru ada sekitar 555 kendaraan yang lolos. Kemarin (24/3) UPTD PKB Wiyung putus selama enam bulan, kali ini dia harus minum dua tahun. Sehari saja obat telat dikonsumsi, rutinitas tersebut harus dimulai lagi dari awal. Belum lagi adanya efek samping yang bisa mengganggu aktivitasnya. ”Ini salah satu efek samping yang saya dapat. Dulu sudah dilakukan fisioterapi, tetapi tetap tidak bisa kembali sempurna,” ujar Sugeng sambil menunjukkan jari-jari tangannya yang kaku.
Kisah Sugeng hampir sama dengan Purwo, 37. Semua bermula dari batuk lama yang tidak kunjung sembuh. Satu tahun. Kala itu dia tidak berobat karena menganggap sepele. Tetapi, setelah tubuhnya semakin lemah dan muntah darah, barulah dia berangkat ke klinik swasta. ”Pada 2007 saya mendapat pengobatan di klinik selama enam bulan. Tetapi, pengobatan itu mendapatkan jatah subsidi uji kir dari pemerintah pusat untuk taksi online. Pesertanya sekitar 200 orang. Tetapi, para peserta tersebut belum tentu lulus. ”Mungkin lulus separonya,” ujarnya.
Setelah melakukan uji kir, pemilik kendaraan kembali ke Dishub Jatim untuk mengurus izin operasional. Barulah kemudian mereka dinyatakan memiliki hak untuk menarik penumpang.
Sementara itu, Kementerian Perhubungan kembali mengadakan pembuatan SIM A umum bersubsidi kolektif untuk pengemudi angkutan taksi online kemarin (24/3). Mereka mendapat subsidi Rp 150 ribu dari peme- gagal,” imbuh Purwo.
Bertambah tahun, Purwo merasa tubuhnya semakin lemah. Pada 2011 Purwo periksa ke RSUD dr Soetomo. Hasilnya, kuman TB di tubuhnya sudah resistan. Dia pun harus menjalani program pengobatan selama dua tahun.
Demi menuntaskan pengobatannya, Purwo berhenti dari pekerjaannya sebagai desainer grafis. Setiap hari dia harus datang ke rumah sakit untuk berobat.
Dalam masa pengobatan dua tahun yang dijalani Sugeng dan Purwo, enam bulan pertama mereka diberi obat dan suntik. Baru setelah itu, mereka mengonsumsi obat saja. Obat itu harus diambil sendiri ke poli. ”Ini dimaksudkan sebagai pengawasan pasien meminum obatnya tepat waktu,” ujar dokter Tutik rintah untuk ujian simulator SIM dan pencetakan yang aslinya memakan biaya Rp 170 ribu. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Satpas Colombo SIM di Jalan Ikan Kerapu, Surabaya.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabotabek (BPTJ) Bambang Prihartanto mengatakan, pembuatan SIM A umum itu akan berlanjut terus tiap hari. Dia menambahkan, hal tersebut juga merupakan bentuk apresiasi pemerintah kepada taksi online. ”Karena taksi online sangat dibutuhkan masyarakat dan kami dari pemerintah juga sangat berterima kasih atas kehadiran taksi online ini,” jelasnya. Kusmiati SpP, dokter spesialis paru di RSUD dr Soetomo.
Penyakit TB bisa kambuh sewaktuwaktu. Kekambuhan disebabkan adanya reaktivasi ataupun reinfeksi. Reaktivasi terjadi karena pengobatan belum sempurna. Artinya, kuman di tubuh pasien sebenarnya belum musnah sepenuhnya. Hanya dorman atau tertidur.
Sementara itu, reinfeksi terjadi karena adanya infeksi dari kuman baru ke tubuh mantan pasien. Karena itu, pasien yang sudah dinyatakan sembuh tetap disarankan untuk kontrol enam bulan setelahnya.
”Semua pengobatan TB di fasilitas kesehatan milik pemerintah gratis. Jadi, kalau memang mengalami gejala, segeralah ke fasilitas kesehatan terdekat,” ujarnya.
Anggarannya berasal dari pusat di Kemendikbud. Distribusi dan alokasinya ditangani secara terpadu bersama program jaminan sosial lain oleh tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan (TNP2K) di kantor wakil presiden.
Data sasaran diambil dari BPS yang sudah terperinci dengan nama berikut alamat sebagai basis data terpadu (BDT) di Kemensos. Bantuan langsung diberikan kepada keluarga miskin yang mempunyai anak usia sekolah. Penyalurnya adalah dua perusahaan swasta yang memenangi lelang. ’’Dengan mekanisme seperti itu, peran Kemendikbud dan sekolah menunggu datangnya anak-anak penerima KIP ke sekolah berikut kartu KIP-nya,’’ ungkap Muhadjir.
Setelah itu, pihak sekolah mendata yang bersangkutan untuk dicantumkan dalam dapodik. Dari situ, Kemendikbud menerbitkan SK berupa data siswa penerima dana PIP untuk dikirim ke Kemenkeu. Berdasar SK tersebut, Kemenkeu memerintahkan pencairan dana kepada dua bank penyalur. Yaitu, BRI dan BNI. ’’Jadi, anak penerima KIP kalau tidak terdaftar sebagai siswa di suatu sekolah atau PKBM penyelenggara program kesetaraan (paket A, B, dan C) ya tidak bisa menerima bantuan dana PIP,’’ terang Muhadjir.
Sejak akhir 2016, menurut dia, Kemendikbud mencari jalan lain untuk mendistribusikan dana tersebut. Mulai 2017, kartu lama diganti dengan yang baru. Kartu baru memiliki fungsi seperti kartu ATM.
Hal itu disesuaikan dengan perubahan cara penyaluran dana KIP dari tunai langsung menjadi nontunai. Kartunya disediakan bank penyalur KIP. ’’Saya bisa pastikan yang ditemukan itu kartu lama yang tidak sampai ke alamat dan sudah tidak berlaku,’’ ungkap Muhadjir.
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu juga menjelaskan bahwa PT Satria Antara Prima (SAP) sebagai perusahaan penyalur KIP sudah meminta maaf kepada Kemendikbud secara tertulis.