Jawa Pos

IHSG Berkutat di Zona Merah

Rupiah Menguat, Tahan Laju Pelemahan Indeks

-

JAKARTA – Pelemahan indeks harga saham gabungan (IHSG) masih berlanjut meski tidak terlalu dalam. Kemarin (26/3) indeks ditutup di angka 6.200,17 setelah sepanjang perdaganga­n cukup lama anjlok di 6.100. Saat penutupan, indeks hanya melemah 0,17 persen.

Asing mencatat jual bersih (net sell) Rp 906,58 miliar di seluruh market. Pelemahan tersebut masih lebih baik karena tidak terlalu dalam bila dibandingk­an dengan pelemahan akhir pekan lalu.

Dalam sebulan terakhir, indeks telah melemah 7,16 persen. Faktor ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS hingga yang terbaru, yakni perang dagang antara AS dan Tiongkok, menjadi penyebab indeks anjlok berturut-turut. ”Awan gelap tampaknya masih menyelimut­i IHSG, masih cenderung berada di zona merah,” kata analis senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada.

Meski terjadi pelemahan, menurut dia, angkanya memang terbatas. Beberapa sektor mulai menguat meski tipis. Misalnya sektor pertambang­an, agrobisnis, dan industri dasar. Penguatan itu terlihat dari kembalinya aksi beli para pelaku pasar.

Mulai berkurangn­ya pelemahan pada sejumlah bursa saham Asia dan penguatan rupiah yang tipis menahan laju pelemahan IHSG. Beberapa indeks mulai naik. Antara lain Nikkei 225 yang naik 0,72 persen; Hang Seng dengan kenaikan 0,79 persen; Dow Jones yang meningkat 1,32 persen; serta FTSE 100 yang naik 0,39 persen. Di regional, rata-rata bursa saham masih merah.

Rupiah dalam catatan kurs tengah Bank Indonesia (BI) menguat tipis 0,03 persen. Di kurs Bloomberg, rupiah menguat 0,32 persen ke level Rp 13.738. ”Adanya anggapan ekonomi Indonesia akan turun drastis pada tahun-tahun mendatang tidak membuat laju rupiah kembali melemah. Bahkan, adanya harapan menteri BUMN yang menargetka­n tahun ini tidak ada lagi perusahaan BUMN yang merugi turut direspons positif di pasar saham,” ulas Reza.

Direktur Pengembang­an PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Nicky Hogan menyatakan, investor sebaiknya tidak terpancing sentimen eksternal. Sebab, secara fundamenta­l ekonomi Indonesia masih kuat dan kondisi bisnis emiten masih bagus. Hal itu terlihat dari laporan keuangan para emiten tahun 2017 yang rata-rata mencatat pertumbuha­n laba bersih. Beberapa emiten juga sudah berhasil melewati masa restruktur­isasi.

”Investasi beli saham itu persepsi utamanya jangka panjang. Namanya naik turun, setiap saat pasti ada. Kalau investasin­ya untuk jangka panjang, hal-hal seperti itu seharusnya enggak mengganggu,” tuturnya.

 ?? GRAFIS: BAGUS/JAWA POS ??
GRAFIS: BAGUS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia