Jawa Pos

Pertimbang­kan sebelum Klik

-

KEHADIRAN media sosial membuat berita lebih mudah dibagikan. Termasuk berita yang kebenarann­ya perlu dipertanya­kan sekali pun. ’’Sekarang kan banyak akun yang juga merilis berita. Padahal, ia bukan pers atau media massa. Pengikut harus cermat sebelum me-repost atau menyebarka­n,’’ tegas Go Lisana. Dia menekankan, setiap pemilik akun perlu mengecek kebenaran berita.

Jika isi berita hoax dan tidak sesuai dengan banyak sumber berita lain, tentu tidak perlu disebar. ’’Cuekin saja. Tanyakan ke diri, pentingkah disebar? Apakah dia berkepenti­ngan dengan berita itu,’’ lanjut dosen yang mengajar per 2003 tersebut. Go Lisana menjelaska­n, tidak menanggapi sebuah unggahan yang mengarah hoax atau perundunga­n adalah opsi terbaik.

Sebab, ada hukum aksi-reaksi ketika sebuah konten diunggah. Jika unggahan kontrovers­ial itu ditanggapi, reaksi pelaku akan menjadijad­i. ’’Ibaratnya, seperti api disiram minyak gas. Makin ditanggapi, maka hoax atau bullying itu makin menjadi dan viral,’’ paparnya. Di samping itu, dia mengimbau pemilik berhati-hati dalam menyebarka­n konten yang dianggap berita.

Pakar hukum bidang pencucian uang dan cyber crime itu mencontohk­an mengunggah video orang gila yang dipukuli massa. ’’Memang, aksinya mungkin meresahkan, tapi apakah perlu sampai dihakimi? Apa perlu diviralkan? Apakah tidak cukup dilaporkan saja agar dapat bantuan dinas berwenang,’’ beber Go Lisana.

Hal serupa diungkapka­n Phebe. ’’Pikirkan pula jangka panjangnya. Si pemukul bisa jadi bukan pahlawan, tapi justru pelaku perundunga­n,’’ tegasnya. Lebih lanjut, dia mengimbau agar tidak mudah mengunggah informasi yang didapat. Baik yang menyangkut orang terdekat maupun tokoh publik. Misalnya foto yang menggambar­kan artis tengah berjalanja­lan dengan orang lain, baik keluarga, kerabat, maupun fans. ’’Apalagi kalau penyampaia­nnya tidak disertai konfirmasi kepada yang bersangkut­an,’’ imbuh Phebe.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia