Zuckerberg Siap Buka Suara di Kongres
Terkait Skandal Pencurian Data Pengguna Facebook
NEW YORK – Badai politik tengah melanda Gedung Putih. Di tengah panasnya skandal cinta yang diembuskan Stormy Daniels alias Stephanie Clifford, pemerintahan Presiden Donald Trump juga dihadapkan dengan skandal pencurian data 50 juta pelanggan Facebook oleh Cambridge Analytica (CA). Aktivitas ilegal itu, kabarnya, dilakukan demi memenangkan Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2016.
Selasa (27/3) Chief Executive Facebook Inc. Mark Zuckerberg sempat menolak permintaan majelis rendah Inggris untuk bersaksi tentang skandal terkait Pilpres AS 2016 itu. Tapi, pada hari yang sama, dia menyanggupi permintaan kongres AS untuk bersaksi. Pria 33 tahun tersebut akan bersaksi pada 12 April.
’’Kami masih terus berkoordinasi
dengan Facebook untuk menjadwalkan hari dan jam yang paling memungkinkan bagi Zuckerberg bersaksi,’’ kata Jubir Komite Perdagangan dan Energi House of Representatives Elena Hernandez sebagaimana dilansir Reuters kemarin (28/3).
Seperti parlemen Inggris, kongres AS pun ingin mendapatkan informasi detail tentang kebijakan privasi Facebook. Terutama dalam melindungi data pribadi para penggunanya. Untuk AS, Zuckerberg berjanji memberikan kesaksian komplet. Tapi, untuk Inggris, dia hanya akan mengirimkan wakilnya.
Minggu (25/3) Facebook telah meminta maaf kepada publik atas bocornya data para pemilik akun ke tangan CA. Apalagi, data itu disalahgunakan untuk kepentingan kelompok tertentu. Di Inggris, iklan permintaan maaf tersebut diterbitkan tujuh media cetak. Iklan satu halaman itu juga tayang di tiga media cetak AS pada hari yang sama.
Rencananya, Facebook menghadirkan satu di antara dua wakil Zuckerberg dalam pertemuan khusus dengan majelis rendah Inggris. Jika bukan Chief Technology Officer Mike Schroepfer, Chief Product Officer Chris Cox yang akan berhadapan dengan para legislator Inggris.
Sementara itu, dugaan pelanggaran lain muncul di Gedung Putih. David Apol dari Komite Etik Pemerintah mengatakan bahwa Jared Kushner terindikasi melakukan korupsi. Atau, lebih tepatnya, menyelewengkan kekuasaan untuk kepentingan pribadinya.
’’Kami sedang menyelidiki laporan bahwa Kushner Companies mendapatkan pinjaman dana USD 500 juta (sekitar Rp 6,8 triliun) secara tidak sah,’’ kata Apol sebagaimana dikutip Associated Press kemarin. Pinjaman dari Apollo Global Management dan Citigroup itu diberikan ke perusahaan keluarga Kushner setelah Trump melakukan serangkaian lobi terhadap para pejabat dua perusahaan tersebut.