Beckham dan Perundungan
PERNAH bermain di berbagai klub terkenal dunia. Merebut gelar liga di empat negara. Beristri mantan bintang pop yang jelita. Dan, kekayaan yang menggurita. Sulit memang membayangkan David Beckham yang rupawan itu dulu merupakan korban perundungan. Misalnya, yang dia ceritakan di Semarang kala berkunjung ke ibu kota Jawa Tengah tersebut dalam kapasitas sebagai duta Unicef Selasa lalu (27/3).
Tapi, barangkali, justru di situlah poinnya mengapa perundungan begitu berbahaya: siapa saja bisa jadi korban. Dengan macam-macam penyebab. Fisik yang tak sempurna, latar belakang ekonomi, perkara etnisitas, atau pilihan keyakinan.
Di usia 12–13 tahun, Beckham dicerca karena terlalu kurus, tak berbakat, dan tak akan pernah bisa membela tim nasional Inggris. Seperti disampaikan kepada Sri Pundati, salah seorang siswi SMPN 17 Semarang yang dia kunjungi rumahnya, dia menyimpan semua hinaan itu sendirian. Tanpa pernah menceritakannya kepada guru atau orang tua.
Beruntung bagi Beckham, mentalnya kuat. Cercaan itu dijadikannya pelecut. Jadilah Beckham seperti Beckham yang kita tahu sekarang.
Tapi, seberapa banyak anak-anak atau remaja yang bisa seberuntung mantan bintang Manchester United, Real Madrid, dan AC Milan itu? Yang bisa bangkit lalu berhasil menggapai cita-cita?
Mengutip situs resmi KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), sepanjang 2011 sampai September 2017, masuk 26 ribu laporan kasus anak. Jenis laporannya beragam. Yang tertinggi, anak-anak yang terlibat kasus hukum.
Ada banyak sekali, dari berbagai negara, contoh anak-anak yang tak cuma gagal keluar dari tekanan bullying. Bahkan, berujung pada tindakan fatal.
Kita tentu tak ingin mendengar itu terjadi lagi. Tapi, anak-anak korban perundungan, apa pun bentuknya, dari yang teringan sampai yang paling berat, tak bisa melakukannya sendiri. Mereka butuh dukungan dari orangorang terdekat. Dari lingkungan sekitar.
Orang tua dan guru juga harus peka mengenali segala perubahan, baik secara fisik maupun perilaku, anak-anak atau murid mereka. Sebab, pendeteksian masalah sejak dini bakal sangat membantu.
Kesempatan untuk berubah juga mesti diberikan kepada anak-anak yang menjadi perundung. Jangan sampai hukuman yang ditimpakan mencabut hak-hak mereka sebagai anak.
Dari kubangan persoalan itu, dengan dukungan positif dan komprehensif, siapa tahu, kita bisa menemukan ”mutiara di sana.” Anak-anak yang bisa berprestasi sebagus Beckham. Di bidang apa pun yang mereka tekuni. (*)