AJARI ISTRI MENGGANTI POPOK
Cerita Rayi Putra Rahardjo sang Bapak Budi
Seorang musisi, penyanyi rap, sneakerhead, pencinta olahraga bola basket, dan sepak bola. Beberapa hal tersebut mendeskripsikan sosok Rayi Putra yang kita kenal sebagai personel RAN. Lebih dari itu semua, Rayi adalah bapak Budi.
SORE itu (26/3) Rayi tengah menghadiri sebuah acara launching seri sneakers dari brand favoritnya di kawasan Jakarta Selatan.
Excited, sudah pasti. Ya, musisi kelahiran 26 Juni 1987 itu dikenal sebagai ”penggila”
sneakers. Yang bikin lebih menyenangkan, sore itu dia ditemani sang istri, Ria Zhafarina Hadju, dan anak tercinta yang kini berusia 1,5 tahun, Budi Abdulkadir Putra.
Sambil menggendong Budi, Rayi menyapa teman sesama sneakerhead yang datang. Setiap bercerita tentang sang putra dan pengalamannya sebagai ayah, sorot mata Rayi selalu penuh semangat. Budi lantas menghampiri Rayi sembari mengucap, ”Bapak!” ”Apa, sayang?” sambut Rayi sambil mengelus lembut kepala Budi.
Pemilihan nama anak pertamanya tersebut terbilang unik. Rupanya, ada alasan khusus di balik itu. ”Dila (sapaan sang istri) dari zaman pacaran manggil saya Boo (Bu), saya manggil dia Di,” tutur Rayi. Jadilah kini Rayi dipanggil Bapak Budi, seperti nama yang sering disebut dalam buku pelajaran bahasa Indonesia zaman SD dulu (ayooo… siapa yang satu zaman :D).
Cerita cintanya dengan Dila tak kalah menarik. Keduanya satu sekolah sejak SMP, tapi baru saling kenal ketika di SMA. Pacaran delapan tahun kemudian memutuskan menikah pada 18 Desember 2011. ”Prinsip kita menikah nggak harus langsung punya anak, banyakin traveling berdua dulu,” ucap Rayi. Ketika dikaruniai anak pada 2016, keduanya sudah sama-sama siap menjadi orang tua.
Bicara tentang fatherhood, Rayi mengungkapkan perasaannya. ”Capek, seneng, bangga, sedih terkadang, semuanya bercampur. Tapi, satu hal yang pasti, ketika punya seorang anak, hidup lebih ada arah,” tuturnya.
Prioritas waktu serta energi lebih banyak dicurahkan kepada anak. Sebelumnya, Rayi mungkin masih sering di luar rumah sampai larut malam untuk mengerjakan musik. Sekarang kalaupun keluar, sebisanya Rayi mengusahakan sudah berada di rumah sebelum Budi tidur. Lantas, menyempatkan bermain sejenak dengan buah hatinya.
Juga, tidak lagi tidur larut agar bisa bangun pagi-pagi dengan segar. Dengan demikian, Rayi bisa mengajak main Budi. Sebab, bocah murah senyum itu terbangun cukup pagi. ”Biasanya, dia nepok-nepok pipi sambil manggil ’Bapak,’,” cerita Rayi dengan ekspresi gemas. Sebagai ayah muda, sekarang kalau sedang
nongkrong dengan teman-teman, topik bahasannya sering tentang anak. ”Saling sharing, trik bawa anak traveling, gimana milih sekolah, tip-tip semacam itu,” urainya. Rayi bertekad untuk jadi ayah yang bisa menyekolahkan anak sampai kuliah. Mau jadi apa saja terserah, asal dia menjalaninya sepenuh hati.
Rayi merasa, dirinya dan Dila merupakan sebuah tim. Dalam hal apa pun, termasuk urusan merawat anak. Walau secara alamiah, peran rumah tangga lebih besar ke ibu, peran mencari nafkah lebih besar ke bapak. ”Kami menghargai peran satu sama lain dan saling support. Ketika saya di rumah, saya ikut ngurusin Budi,” ujarnya.
Hal itu dibenarkan Dila yang menyebut Rayi sebagai suami siaga dan bertanggung jawab. ”Waktu Budi baru lahir, Rayi yang lebih dulu bisa ngganti popok. Begitu saya mulai pulih, dia ajarin saya,” tuturnya.
Yang paling membuatnya nyaman, Rayi selalu menepati janji. ”Dia nggak pernah menjanjikan hal yang tidak bisa dia penuhi,” ucap Dila.
Dia nggak pernah menjanjikan hal yang tidak bisa dia penuhi.” DILA, ISTRI RAYI