Asal Usul Minyak Masih Misterius
Peneliti STT Migas Sebut Mirip Crude Oil Dalami Kemungkinan Minyak Sengaja Dibuang
BALIKPAPAN – Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan masih menjadi misteri. Sejak ditemukan pada Sabtu dini hari (31/3), sampai kemarin (1/4) belum diketahui dari mana sumber bahan berbahaya itu
J
Pertamina mengklaim bahwa minyak yang tumpah tersebut adalah marine fuel oil (MFO). Artinya, Pertamina memastikan bahwa saluran pipa yang mereka kelola bukan penyebab tumpahan minyak itu. Sebab, pipa Pertamina tersebut mengalirkan crude oil. Namun, seorang peneliti dari STT Migas Balikpapan menyatakan, sampel yang dia ambil di tengah perairan Teluk Balikpapan mirip crude oil.
Atas spekulasi yang berkembang, Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Balikpapan Sanggam Marihot meminta semua pihak menahan diri. Hari ini akan dilakukan pertemuan seluruh pihak terkait yang akan dia pimpin untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
Sampai kemarin, yang bisa dipastikan Sanggam adalah penyebab kebakaran bukan kapal Ever Judger. Diberitakan sebelumnya, kebakaran hebat di tengah perairan Sabtu lalu mengakibatkan dua nelayan yang sedang mencari ikan meninggal dunia karena terbakar.
”Kalau api dari kapal, pasti habis kapal terbakar,” kata Sanggam kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group) kemarin. ”Kalau terbakar biasanya dari engine. Nah, ini engine-nya enggak (terbakar), jadi bukan dari kapal ini,” lanjutnya.
Sanggam menjelaskan, kapal Ever Judger yang sedang berlabuh justru terkena imbas. Soal dari mana asal api, menurut dia, masih dalam penyelidikan pihak kepolisian.
Di tengah asal usul minyak yang masih misterius itu, peneliti STT Migas Balikpapan menemukan fakta tersendiri. Itu terjadi setelah mereka ke tengah perairan untuk mengambil sampel. Kemarin ceceran minyak di laut memang masih cukup banyak. Pesisir pantai berwarna hitam karena minyak.
”Saya menyewa speedboat untuk langsung ke pusat tempat kebakaran di tengah laut,” kata Sutoyo, dosen pencemaran lingkungan STT Migas Balikpapan. ”Kondisi minyak di tengah laut masih kental dan pekat,” tambahnya.
Sutoyo mengambil sampel sekitar dua jeriken atau 20 liter. Berdasar pengamatannya secara kasatmata, minyak tersebut masih berupa minyak mentah (crude oil). Namun, untuk lebih akuratnya, minyak itu akan diteliti bersama dosen-dosen program studi kimia hari ini.
Alumnus Teknik Lingkungan Universitas Brawijaya tersebut menambahkan, efek tumpahan minyak itu sangat buruk bagi biota laut. Hewan-hewan kecil bakal mati. Dan jika dalam waktu lama tak segera ditangani, akan memengaruhi kesehatan masyarakat. Misalnya menimbulkan penyakit kulit hingga pernapasan.
Sementara itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan aktivis lingkungan kemarin mendatangi Polres Balikpapan. Mereka membuat laporan dan meminta kasus tersebut diusut hingga tuntas. ”Kejadian selama ini, ketika ada ceceran minyak, selalu tidak ada kelanjutannya. Makanya kami lapor karena kami anggap ini sudah masuk unsur tindak pidana lingkungan hidup,” tegas anggota Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan (Stabil) Balikpapan Herry Soenaryo.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Balikpapan Suryanto mengatakan, seluruh pihak baru akan membahas penanggulangan pencemaran minyak hari ini. KSOP Balikpapan yang akan menjadi koordinator. ”Fokusnya ke pembersihan dahulu, baru investigasi gakkum (penegakan hukum),” ujarnya.
Awasi Jalur Pelayaran
Kapal Tanker Sementara itu, Greenpeace Asia Tenggara mengingatkan pihak berwenang agar mengawasi ketat perairan-perairan yang merupakan lalu lintas kapalkapal besar. Terutama kapal tanker pengangkut BBM. Mereka juga meminta pemerintah mendalami kemungkinan adanya kesengajaan pembuangan minyak dan bahan bakar (oil dumping) di Teluk Balikpapan.
Juru Kampanye Laut dari Greenpeace Asia Tenggara Arifsyah M. Nasution menyebutkan kemungkinan adanya beberapa kapal yang membuang minyak ataupun bahan bakar lain secara sengaja dari lautan lepas. Setiap tahun banyak sekali ditemukan limbah minyak yang tumpah ke perairan Indonesia. ”Pencemaran terjadi sepanjang tahun dan pada musim-musim tertentu mencemari sekitar Kepri (Kepulauan Riau),” jelasnya.
Menurut Arif, sapaan Arifsyah, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dengan lebih ketat. Terutama di jalur-jalur pelayaran kapal yang sibuk. Selama ini kasus tumpahan minyak berasal dari jalur-jalur dekat perbatasan Malaysia, Singapura, dan sekitar perairan Batam. ”Ini termasuk jalur-jalur pelayaran tersibuk. Jadi, adanya praktik pembuangan minyak kotor, minyak sisa, atau residu bekas pakai ini lazim terjadi,” katanya.
Saat ini, menurut Arif, penanganan dari pemerintah masih bersifat reaktif, belum preventif. Padahal, seharusnya pemerintah meningkatkan sistem pengawasan terhadap kapal-kapal agar mereka tidak melakukan aktivitas yang bisa mencemari laut. ”Pengawasan di pelabuhan dan di laut perlu diintensifkan sehingga diharapkan ada upaya pencegahan efektif,” tuturnya.
Sementara itu, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Karliansyah mengungkapkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Pertamina RU 5 Balikpapan untuk menanggulangi dampak lebih jauh dari insiden kebakaran tersebut. ”Tim dari Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK juga sudah berada di lokasi,” katanya kemarin.
Sejauh ini, menurut Karliansyah, upaya pemusnahan solar dengan cara pembakaran telah dilakukan petugas sesuai dengan prosedur. ”Petugas sudah memasang peralatan sebagaimana lazimnya seperti oil boom serta oil dispersant,” ucap dia.
Meski demikian, Karliansyah menyebutkan, tim KLHK sedang melakukan penyelidikan atas potensi pelanggaran sehingga mengakibatkan pencemaran. ”Sejauh ini informasi yang diterima tim KLHK adalah seseorang membuang puntung rokok sembarangan saat petugas Pertamina berusaha mengumpulkan atau menghalau tumpahan minyak,” katanya.