Biaya Logistik Masih Tinggi
Belum Terdampak Dwelling Time Singkat
JAKARTA – Meski dwelling time atau masa tunggu di pelabuhan sudah lebih singkat, biaya logistik masih cukup tinggi. Pelaku usaha menyatakan bahwa biaya logistik di Indonesia masih tinggi. Mereka berharap operator pelabuhan memangkas sejumlah biaya.
Ketua Umum Gabungan Importer Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Anthon Sihombing menuturkan, biaya logistik di Indonesia masih menjadi salah satu yang tertinggi di negara-negara ASEAN. Porsinya mencapai 23–30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Anthon menambahkan, dwelling time tidak terlalu menjadi masalah bagi importer. Sebab, di beberapa pelabuhan, target dwelling time sudah tercapai. Pelaku usaha berharap operator bisa lebih memperhatikan biaya-biaya yang tidak perlu seperti biaya penjaminan kontainer. ’’Deposit jaminan kontainer Rp 10 juta. Masak di Indonesia sekarang pakai jaminan kontainer. Sekarang sudah ada surveyor independen yang bisa menilai kerusakan,’’ jelas Anthon di Jakarta kemarin.
Selain itu, lanjut Anthon, biaya transportasi yang tinggi mengakibatkan biaya logistik membengkak. Berdasar perhitungan GINSI, satu kontainer di pelabuhan bisa mengeluarkan biaya Rp 13 juta.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui, biaya logistik belum bisa ditekan secara maksimal meski dwelling time sudah sangat singkat. Menhub telah menginstruksikan PT Pelindo untuk memberikan harga khusus yang diberlakukan secara progresif kepada kapal-kapal besar.
Salah satu upaya pemerintah untuk menekan biaya logistik adalah mendirikan Pusat Logistik Berikat (PLB). Pemerintah membangun 55 PLB yang tersebar di 75 lokasi. PLB generasi pertama ini telah memasuki
Singapura
tahap pemanfaatan penuh dengan inventori USD 2,6 miliar. Jumlah inventori yang dipindahkan dari Singapura mencapai USD 606 juta.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menyebut, pemerintah memperluas cakupan PLB atau yang disebut PLB generasi kedua. PLB dikembangkan dengan menambah delapan jenis PLB. Di antaranya, PLB untuk barang pokok seperti kedelai, gandum, dan jagung; PLB hub cargo udara di Bandara Ngurah Rai, Bali; serta PLB finished goods, yaitu minuman keras di Jakarta, Surabaya, Bali, dan Belawan. Kemudian, PLB e-commerce distribution center; PLB barang jadi; PLB floating storage di perairan Kepulauan Riau; PLB ekspor barang komoditas (timah) di Bangka Belitung; serta PLB industri kecil dan menengah.