Potensi Hilang Pendapatan Triliunan
Penetapan Kuota dan Harga Batu Bara DMO
JAKARTA – Kewajiban memasok produk ke dalam negeri (domestic market obligation/DMO) sebesar 25 persen berimbas pada penurunan pendapatan perusahaan batu bara di Indonesia. Ditambah lagi, harga batu bara DMO ditetapkan USD 70 per ton.
Hal itu sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 tentang Harga Batu Bara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum. Harga USD 70 per ton diterapkan untuk batu bara dengan nilai kalori 6.322 kcal per kilogram.
Direktur PT Kaltim Prima Coal (KPC) Eddie J. Soebari mengungkapkan, produksi batu bara KPC sejak 2013 hingga 2017 terus meningkat. Jika produsen memenuhi DMO 25 persen, jumlah yang harus disuplai ke PLN sekitar 12,7 juta ton. ’’Dengan membandingkan harga cuma USD 70 per ton, ada potensi kehilangan pendapatan sekitar Rp 2,5 triliun,’’ ujarnya di gedung DPR kemarin (3/4).
Tahun ini KPC berencana menjual 60 juta ton batu bara. Meningkat jika dibandingkan dengan produksi 53 juta ton batu bara pada 2013. Perinciannya, 15 persen untuk domestik dan 85 persen porsi pasar ekspor.
Bukan hanya potential loss, kebijakan itu juga berdampak pada penurunan pendapatan negara. ’’Karena ada dua hal yang kami berikan ke negara, yakni royalti dan pajak. Pendapatan negara dari Antang Gunung Meratus akan berkurang lebih dari 11 persen,’’ terang Khoirudin, direktur utama PT Baramulti Suksessarana, perusahaan induk PT Antang Gunung Meratus.
Dia menjelaskan, keuntungan perusahaan juga bakal tergerus 19,7 persen. Sebab, perseroan akan memasok batu bara 33 persen untuk domestik dari total produksi batu bara 7,8 juta–7,9 juta ton.
Direktur Utama PT Kideco Jaya Agung Kurnia Ariawan menyatakan, keuntungan perusahaan harus tergerus Rp 1,1 triliun dengan penetapan harga batu bara DMO USD 70 per ton. Tahun ini perseroan merencanakan produksi 32 juta ton batu bara. ’’Rata-rata, dalam enam tahun terakhir, kami melakukan penjualan lebih dari 9 juta ton ke PLN,’’ tutur Kurnia.
Sementara itu, PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (produsen batu bara di Indonesia) harus menanggung opportunity loss USD 1,6 juta hingga 1,7 juta akibat penetapan harga batu bara domestik.
Direktur Hukum PT Berau Coal Edy Santoso mengusulkan, penetapan harga tersebut bisa dibuat dalam sebuah formulasi. ’’Misalnya, dalam hitung-hitungan ketika harga dunia USD 100 per ton, DMO-nya USD 70 per ton. Ketika harga naik, pemerintah ikut naik. Ketika turun, pemerintah juga bisa dapat nilai penurunannya,’’ jelasnya.
Jadi, harga batu bara DMO tidak ditetapkan secara paten sebesar USD 70 per ton seperti saat ini. PT Berau Coal memproyeksikan keuntungannya berkurang USD 70 juta pada 2018.