Tak Kuasai Banyak Teori, Berburu Bonggol ke Hutan
Dahlan Effendy, Buruh Tani yang Hobi Bonsai
Datangnya hobi tidak bisa ditolak atau diminta. Keadaan tersebut terjadi pada Dahlan Effendy yang kepincut dengan bonsai. Di usianya yang nyaris berkepala enam, dia getol berburu bonggol pohon ke hutan di sela kesehariannya sebagai seorang buruh tani.
DENI KURNIAWAN, Ngawi
PULUHAN bonsai menyesaki salah satu rumah di Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Pohonpohon mini itu ada yang di pot dan beberapa lagi menancap di karung sederhana. Seorang pria bertopi terlihat serius membentuk lekuk dahan bonsai yang belum begitu banyak daunnya tersebut. ’’Belum jadi ini,’’ ungkap Dahlan Effendy, empunya rumah, sesaat setelah merapikan kawat lilitan dengan tang pemotong.
Lebih dari 50 bonsai dimiliki Dahlan. Seluruhnya dia yang buat. Mulai mencari bonggol pohon ke beberapa hutan, merawatnya, hingga membentuk menjadi bonsai. Hobinya itu mulai menggebu sekitar 1,5 tahun silam. Dahlan sengaja menyempatkan diri berburu bakal bonsai di sela kesibukannya.
’’Sehari-hari ya buruh tani dan pelihara mendha (kambing),’’ katanya sembari menunjuk ke arah kandang di samping rumahnya yang cukup rindang itu.
Dahlan mengaku memang suka dengan hijau-hijauan yang menyejukkan. Selain bonsai, beragam jenis tumbuhan lain subur di kiri kanan kediamannya.
Mengenai hobinya membuat pohon mini bernilai seni tersebut, dia mengaku tidak begitu menguasai banyak teori. Kendati demikian, puluhan bonsai dibuat dari beragam jenis pohon.
’’Bonggol pohon elo, sisir, asem, boga, dan klampis ireng yang sering dapat. Dari alas (hutan) yang sekitar Ngawi,’’ tuturnya.
Bersama empat penggemar bonsai lain di daerahnya, Dahlan kerap berburu bonggol ke hutan. Berangkat bersenjata peranti ala kadarnya, dia pulang memanggul karung berisi batang-batang pohon komplet dengan sebagian akar.
Pundak dan kaki yang pegal dianggapnya bukan apa-apa. Namun, capek berkali lipat dirasakan Dahlan ketika karung yang dibawa tidak terisi sampai tiba kembali di rumah. ’’Berangkat nyari pagi, biasanya pulang pukul 16.00,’’ ujarnya.
Sederet tahapan mesti dikerjakan Dahlan sebelum bisa memandangi bonsai dengan perasaan ayem. Membuat hidup bonggol pohon dianggapnya sebagai tahapan yang tersulit. Dengan memanfaatkan tanah di sekitar, tidak sedikit calon bonsai Dahlan yang bertahan.
Hanya berhasil menghidupkan satu di antara enam bonggol yang dibawa dari hutan pernah dialaminya. ’’Jenis klampis ireng,’’ ujarnya, lantas berjalan mendekat bonsai dengan warna batang lebih gelap daripada yang lain tersebut.
Setelah batang bonggol mampu mengeluarkan tunas daun, rentang waktu enam sampai tujuh bulan mesti ditunggunya sebelum mulai membentuk.
Telinga Dahlan tidak jarang mendengar cibiran dari tetangganya mengenai hobi yang digeluti. Namun, dia tetap pada pendiriannya sebagai penikmat seni tanaman bonsai. ’’Sering dibilang menanam kok yang tidak berbuah,’’ tuturnya dengan memandang bangga deretan bonsai di halamannya.
Cibiran tidak habis di situ. Kesehariannya sebagai buruh tani dan beternak kambing dianggap kurang pas dengan hobi yang identik dengan kalangan menengah ke atas itu. Pandangan miring tersebut tidak digubrisnya.