Jawa Pos

Amin Ingin Terus Berlari

-

SURABAYA – Amin Alwachija punya keterbatas­an fisik. Salah satu tangan pria 49 tahun tersebut tidak sempurna. Namun, hal itu tidak menghalang­i Amin untuk berprestas­i di lintasan atletik. Dia tercatat sebagai atlet nomor 100 dan 200 meter National Paralympic Committee Indonesia (organisasi pembina atlet cacat).

’’Sewaktu tamat SMA sempat menangis karena tidak bisa daftar masuk TNI karena tangan cuma satu. Padahal, itu cita-cita saya dari kecil,” ucap Amin kepada Jawa Pos di Lapangan Thor, Surabaya, kemarin (3/4).

Dia terus menjaga kondisi jika sewaktu-waktu dipanggil mengikuti seleksi terakhir Asian Para Games 2018 nomor 4 x 100 meter estafet. Amin berlatih tiga kali seminggu. Tanpa pelatih. Dia hanya berpatok pada program pelatnas yang pernah diikuti.

Perjuangan Amin menjadi atlet tidak berjalan mulus. Dia sempat disangka pencuri karena melihat diam-diam di tribun penonton yang dipenuhi tas para pelari. Setelah setahun mengamati kegiatan atletik di Lapangan Thor, Amin akhirnya memberanik­an diri untuk bergabung. Itu terjadi pada 1975.

Pada 1990, pria yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang tas dan baju tersebut mengikuti seleksi kejuaraan daerah. Dari sana, dia menemukan Yayasan Pembina Orang Cacat (YPOC). Amin diminta bergabung dan mengikuti berbagai kejuaraan. Dia berjaya di nomor 400 dan 800 meter.

Kejuaraan paling berkesan yang pernah diikutinya adalah The Paralympic Games Australia 2000. Amin mewakili Indonesia di nomor 100 dan 200 meter. Walau gagal mendapat emas, dia bersyukur bisa mengikuti kejuaraan tingkat dunia itu. ’’Saya tidak akan berhenti berlari sampai saya nggak bisa berlari,” kata bapak dua anak tersebut.

 ?? TYASEFANIA FEBRIANI/JAWA POS ?? PANTANG MENYERAH: Amin Alwachija, 49, berlari di Lapangan Thor, Surabaya, kemarin.
TYASEFANIA FEBRIANI/JAWA POS PANTANG MENYERAH: Amin Alwachija, 49, berlari di Lapangan Thor, Surabaya, kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia