Apa Kita Butuh Ribuan Channel Televisi dan Radio?
Tumbuh suburnya industri penyiaran perlu diimbangi dengan perbaikan kualitas konten. Berikut obrolan wartawan Jawa Pos FOLLY AKBAR dengan menteri komunikasi dan informatika (Menkominfo) di istana kepresidenan, Jakarta, kemarin (4/4). Industri penyiaran berkembang pesat. Bagaimana evaluasi pemerintah terkait banyaknya pemain di industri ini?
Memang banyak sekali. Televisi, menurut catatan kami, kurang lebih 1.100 stasiun (nasional dan lokal, Red). Sedangkan radio kurang lebih 1.600. Jadi, secara total 2.700. Nah, apakah kita butuh sedemikian banyak, ini yang perlu dievaluasi.
Hari Penyiaran mulai diperingati masyarakat sejak 2009. Dipilihnya tanggal 1 April merujuk pada berdirinya Solosche Radio Vereeniging (SRV) pada 1933. Tapi, hingga kini pemerintah belum resmi menetapkannya sebagai Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas). Nah, saat peringatan Harsiarnas di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (1/4), Anda mendorong pengetatan konten penyiaran. Bagaimana implementasinya?
Bukan diperketat, tapi pengawasan kontennya yang perlu lebih berkualitas. Karena sejatinya industri penyiaran itu kan industri konten.
Sejauh ini bagaimana kualitas konten industri penyiaran?
Kalau dari sisi konten, tanya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia, Red) saja, ya.
Banyak pihak menilai KPI kurang tegas terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. Akibatnya, pelanggaran terus berulang. Apa saran Kominfo untuk KPI?
Yang milih KPI kan DPR. Artinya, pengawasan terhadap KPI ada di DPR.
Kalau begitu, apa saran pemerintah agar konten industri penyiaran kita lebih berkualitas?
Secara normatif kan sudah pasti. Bahwa konten itu bukan hanya tontonan, tapi juga tuntunan. Yang memberikan edukasi gitu lho kepada masyarakat. Soalnya, konten pasti sangat memengaruhi. Itu kan masuk ke ruang-ruang rumah. Ada anak-anak, siapa pun, terutama generasi muda.