Jawa Pos

Berbagi Ilmu dan Lakukan Operasi

Tim Dokter Bedah Berbagai Negara Beri Pelayanan di Ambon

-

Internatio­nal College of Surgeons kembali menyambang­i Kota Ambon, Provinsi Maluku. Kali ini mereka datang tidak hanya untuk melakukan operasi. Ada sesi pelatihan kepada para dokter dan perawat yang ada di lokasi tersebut.

DWI WAHYUNINGS­IH, Ambon

INTERNATIO­NAL College of Surgeons (ICS) berada di Kota Ambon sejak Rabu (4/4). Begitu mendarat di Bandara Pattimura, mereka langsung melanjutka­n perjalanan menuju Fakultas Kedokteran Universita­s Pattimura. Para pakar yang hadir menjadi pembicara dalam simposium Global Initiative for Emergency and Surgical Care in Maluku.

”Ini tahun ketiga kami kemari. Tujuannya untuk transfer knowledge kepada para dokter dan tenaga kesehatan yang ada di sini,” ujar President ICS Indonesia Section Prof Dr dr Paul Tahalele SpBTKV(K) ke- marin (5/4). Bentuk transfer knowledge itu beragam. Selain simposium, ada sesi pengajaran langsung kepada tenaga kesehatan di wilayah Maluku, khususnya Ambon.

Selain itu, mereka mengoperas­i pasien yang selama ini harus dirujuk ke provinsi lain. Contohnya, melakukan pemasangan ventriculo­peritoneal shunt (VP shunt). Tindakan tersebut dilaksanak­an di RSUD M. Haulussy kemarin.

”Pasien mengalami tumor otak dengan hidrosefal­us. Tetapi, tindakan yang saat ini bisa kami lakukan hanya untuk mengurangi tekanan di otaknya akibat hidrosefal­us,” jelas dr Lily Natalia SpBS yang berpraktik di Siloam Hospitals Jember selaku operator

Tindakan yang dilakukan adalah memasang VP shunt. Yakni, sebuah slang kecil yang digunakan untuk mengalirka­n cairan yang berlebihan di otak untuk kemudian dibuang melalui saluran cerna.

Alumnus FK Universita­s Airlangga Surabaya itu dan tim baru bertemu dengan para pasien pada Rabu malam. Sebenarnya, para dokter bedah saraf tersebut akan menangani dua calon pasien. Namun, rupanya, pasien kedua harus dibatalkan karena hasil pemeriksaa­n awal belum lengkap. ”Ini tidak bisa dilakukan tindakan untuk saat ini. Kami belum tahu apa sebenarnya yang terjadi pada pasien ini,” jelas Lily.

Secara kasatmata, pada pasien yang masih balita tersebut terdapat benjolan di bagian belakang kepala. Meski demikian, untuk memastikan­nya, dibutuhkan pemeriksaa­n penunjang lain.

Sedangkan pasien yang kemarin dioperasi, Megawati Malaka, kondisinya sempat diragukan untuk menjalani pembedahan. Sebab, saat tim berkunjung, Mega terlihat lemah dan sedikit sulit diajak berkomunik­asi. Apalagi, hasil MRI terakhir yang dimiliki diambil enam bulan lalu.

”Itu dulu sewaktu periksa di Makassar. Sebenarnya sudah ditawari untuk operasi saat itu juga,” ujar Rina Malaka, sang kakak. Mega merasakan sakit di kepala sejak setahun terakhir. Baru ketika sakit tersebut mengganggu, ibu dua anak itu memeriksak­an diri ke dokter.

Saat pertama memeriksak­an diri, Mega didiagnosi­s kelebihan kolesterol. Obatobatan penurun kolesterol pun dikonsumsi. Setelah sebulan, kondisinya sedikit membaik. Namun, gangguan justru berganti pada bagian mata. Pandangann­ya menjadi ganda. Dia berobat ke dokter mata. Tak lama kemudian, Mega periksa ke dokter spesialis penyakit dalam karena sering mual dan muntah.

”Saat kami melakukan kontrol ke dokter mata, dia curiga jika ada gangguan di otak. Sehingga kami disuruh ke Makassar untuk MRI,” jelas Rina. Hasil MRI pun dirujuk untuk dibacakan dokter saraf. Diketahuil­ah bahwa di dalam otak sisi kiri Mega terdapat tumor yang cukup besar.

Hanya berdua bersama Mega, Rina kebingunga­n saat dokter meminta Mega menjalani pemasangan VP shunt. Penjelasan yang kala itu diberikan dokter tidak membuatnya mendapat keterangan yang cukup. Dia hanya diberi tahu bahwa adiknya akan dipasang slang di bagian kepala untuk mengeluark­an kelebihan cairan di dalam otaknya.

”Ayah saya dulu juga pernah dipasangi slang di bagian perutnya. Itu saja kalau sudah ada sumbatan susah, apalagi kalau di bagian kepala,” ujar Rina mengenang. Bayangan buruk sang ayah yang akhirnya meninggal membuat dia dan keluarga tidak mau mengambil risiko kehilangan Mega dengan cara yang sama.

Setelah menolak menjalani operasi, akhirnya keluarga mencoba pengobatan alternatif. Hasilnya tidak memuaskan. Kondisi Mega justru menurun. Akhirnya, dua minggu yang lalu Mega tidak sadarkan diri. Keluarga langsung membawanya ke rumah sakit.

”Setelah mendengar penjelasan dokter semalam (Rabu malam, Red), kami akhirnya setuju adik kami dioperasi,” imbuhnya. Tim dokter secara blak-blakan memberikan penjelasan mengenai proses, keuntungan, hingga risiko yang mungkin terjadi selama tindakan. Itulah yang membuat ketakutan mereka atas operasi sedikit banyak pupus.

Tindakan pemasangan VP shunt dimulai pukul 11.00 WIT Kamis (5/4). Seperti prosedur bedah lainnya, pasien terlebih dahulu dibius. Itu dilakukan dr Kun Arifin Abbas SpAn, spesialis anestesi dari RSUD dr Soetomo. Baru kemudian para dokter bedah saraf yang terdiri atas Lily, Prof Aij Lie Kwan, dan Prof Wang Hung Chen mulai melakukan tindakan. Kwan dan Chen sama-sama dari Taiwan.

”Keterbatas­an sarana dan prasarana membuat prosedurny­a lebih lama dari biasanya. Rata-rata kalau saya melakukan tidak sampai satu jam,” ujar Kwan.

Lubang dibuat di bagian kepala sisi kanan. Selanjutny­a, kateter dipasang di daerah tersebut. Kateter lain ditempatka­n di bawah permukaan kulit di belakang telinga dan dimasukkan hingga ke leher dan dada kemudian berakhir di perut.

Sebenarnya, menurut Lily, rencana awal akan dilaksanak­an pengangkat­an tumor. Tim operasi pun melakukan diskusi panjang sebelum akhirnya memutuskan operasi VP shunt. Termasuk berkonsult­asi dengan ahli bedah saraf di Surabaya.

Pertimbang­annya banyak. Di antaranya, ukuran tumor yang besar, kondisi pasien, dan peralatan yang kurang lengkap. Selain itu, kadar albumin dan hemoglobin pasien yang rendah membuat mereka sempat ragu. Tetapi, setelah kondisi itu teratasi, tindakan pembedahan pun bisa dilakukan dengan baik.

”Sekali lagi, tindakan ini bukan menyelesai­kan masalah. Tetapi, life saving agar bisa mengurangi efek tekanan yang diakibatka­n penumpukan cairan di dalam otaknya,” tutur Lily. Setelah kondisi pasien bisa untuk melakukan perjalanan, tim dokter menyaranka­n pasien untuk segera dirujuk. Sehingga bisa direncanak­an pengangkat­an tumor di kepala Mega.

Setelah pelaksanaa­n operasi selama total empat jam itu, perempuan 35 tahun tersebut dirawat di intensive care unit (ICU) selama beberapa hari. Jika hasil pascabedah baik, dia akan dipindahka­n ke ruang rawat biasa.

Selain melaksanak­an operasi pemasangan VP shunt, tim ahli bedah lainnya melakukan pemasangan cimino (akses di pembuluh darah) untuk pasien hemodialis­is (cuci darah).

 ?? DWI WAHYUNINGS­IH/JAWA POS ?? LIFE SAVING: Dokter Lily Natalia (dua dari kanan) dan Prof Wang Hung Chen (kiri) mengebor manual untuk membuka batok kepala pasien. Selanjutny­a, dilakukan prosedur pemasangan VP shunt di RSUD M. Haulussy, Ambon, kemarin.
DWI WAHYUNINGS­IH/JAWA POS LIFE SAVING: Dokter Lily Natalia (dua dari kanan) dan Prof Wang Hung Chen (kiri) mengebor manual untuk membuka batok kepala pasien. Selanjutny­a, dilakukan prosedur pemasangan VP shunt di RSUD M. Haulussy, Ambon, kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia