Bayar Cicilan sambil Halakah
Menilik Manfaat Bank Wakaf Mikro Belum banyak yang mengenal bank wakaf. Di Purwokerto, Jawa Tengah, terdapat contoh tentang bagaimana dana dari lembaga amil zakat (LAZ) bisa disalurkan ke sektor yang lebih produktif.
RAUT gembira tampak di wajah Misbahul Munir saat banyak orang membeli kopi yang dipamerkannya di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hidayah, Purwokerto, Jawa Tengah, kemarin (6/4). Tak lupa, dia juga menjelaskan manfaat gula semut kepada pembelinya. Ya. Kopi robusta yang dia jual memang menggunakan gula semut, gula khas dari Banyumas, Jawa Tengah.
Menurut Misbah, sayang kalau gula semut hanya diorientasikan untuk pasar ekspor. Sebab, khasiat gula semut lebih baik daripada gula tebu. Yakni, mencegah anemia dan lebih mengurangi risiko diabetes. Namun, tidak banyak masyarakat yang tahu. ’’Kami sengaja membuat kopi yang pakai gula semut karena masih jarang yang produksi. Juga, diharapkan masyarakat mengenal gula semut sebagai produk asli daerah sini,’’ ujarnya.
Saat mendirikan usaha kopi tersebut tahun lalu, Misbah bergabung bersama empat temannya. Mereka membuat kelompok usaha kecil, kemudian berutang ke pemasok kopi dan supplier gula. Setelah beberapa bulan usaha berjalan, mereka memberanikan diri meminjam uang di Bank Wakaf Mikro (BWM) Amanah Berkah Nusantara. BWM itu berada di Ponpes Al Hidayah di Purwokerto Utara. BWM tersebut bersedia meminjamkan uang kepada kelompok usaha Misbah karena salah seorang anggota kelompok itu berasal dari Ponpes Bani Rosul di Purwokerto.
Sebuah BWM memang diperbolehkan menyalurkan dana pinjaman lunak kepada ponpes lain asalkan ponpesnya berada di kecamatan yang sama dengan ponpes tersebut. Dana yang dipinjamkan sangat lunak karena marginnya maksimal 3 persen per tahun. ’’Kami mendapatkan dana Rp 5 juta. Jadi, setiap anggota kelompok dapat Rp 1 juta. Pinjamnya 40 minggu dan setiap anggota bayar cicilan Rp 25 ribu per minggu,’’ papar Misbah.
Dalam proses mencicil itu, setiap anggota kelompok bertemu dengan pendamping usaha yang berasal dari pihak pemberi pinjaman. Pertemuan dilakukan setiap pekan. Sebutannya halakah mingguan (halmi). Dalam halakah tersebut, peminjam tidak hanya membayar cicilan. Bersama pendamping usahanya, mereka juga berzikir dan berdiskusi bersama tentang perkembangan usaha.
Wildan Al Faries, ketua kelompok usaha kopi yang dijalankan Misbah, menyatakan bahwa satu produk kopi dijual dengan infak di dalamnya. ’’Dalam satu sachet kopi ukuran paling kecil, ada infak Rp 100. Harga kopinya Rp 2 ribu. Kalau kopi yang Rp 250 gram infaknya Rp 500,’’ jelasnya. Infak itu dimasukkan dalam harga pokok penjualan (HPP), lalu disalurkan kembali ke pihak ponpes.
Sudah tiga bulan Misbah dan Wildan menjalankan usaha kopinya dari dana pinjaman BWM. Kini kopi robusta yang mengandung gula semut tersebut diproduksi 5.000 bungkus per bulan. Pendapatan mereka pun naik 30 persen. Pemasaran kopinya sudah mulai ke luar Purwokerto, yaitu di Jabodetabek, Solo, Jogjakarta, serta kota-kota di Sulawesi dan Kalimantan. Misbah dan Wildan berencana kembali mengajukan pinjaman dana BWM. Mereka ingin membeli mesin packaging yang lebih modern.
Ketua Yayasan Al Hidayah Agus Ahmad Aris Noeris mengungkapkan, Ponpes Al Hidayah memperoleh dana Rp 4,25 miliar dari Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) Bank Syariah Mandiri. Dana Rp 1 miliar ditujukan untuk penyaluran pinjaman BWM. Sejauh ini yang tersalur sekitar Rp 275 juta. Uang Rp 250 juta dipakai untuk pengadaan infrastruktur BWM. Sisanya, Rp 3 miliar, disimpan di deposito syariah. ’’Jadi, keuntungan untuk operasional dan SDM BWM diambil dari nisbah deposito syariah itu,’’ kata Noeris.
BWM berbadan hukum koperasi serta merupakan turunan dan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS). Lembaga yang diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut didirikan untuk mengentaskan kemiskinan. Semula kekuatan BWM memanfaatkan ponpes. ’’Ponpes mempunyai pengaruh yang kuat bagi santri dan masyarakat di sekitarnya. Inilah salah satu cara untuk meningkatkan inklusi keuangan karena negara yang punya inklusi keuangan tinggi biasanya kesejahteraannya bagus,’’ tutur Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Ahmad Soekro Tratmono.
Lewat BWM, dana yang terkumpul di LAZ bisa membawa manfaat ekonomis kepada masyarakat. Masyarakat dapat berkarya dengan menggunakan dana sedekah sehingga lebih produktif. Saat ini ada 20 BWM yang sudah berdiri. Tahun ini OJK menargetkan 20 BWM baru sehingga jumlah BWM pada 2018 mencapai 40 BWM. Semua didirikan di ponpes sebagai pilot project BWM.