Liburan Naikkan Jumlah Pelanggaran
Evaluasi FebruariMaret Dishub
SURABAYA – Ada beberapa libur panjang akhir pekan sepanjang Februari dan Maret lalu. Kesempatan berlibur yang cukup lama itu tidak gampang dilewatkan sebagian warga untuk menghabiskan waktu bersama. Sayangnya, hal tersebut berbanding lurus dengan jumlah pelanggaran lalu lintas di Surabaya.
Pada hari libur, para pengendara cenderung abai terhadap keselamatan. Keinginan mereka segera sampai di tujuan bertambah beberapa kali lipat dari biasanya. Pengendara di dalam kota memanfaatkan lalu lintas jalur utama yang lengang. Itu tergambar jelas pada data yang dikumpulkan dishub kota selama dua bulan terakhir. Terjadi peningkatan jumlah pelanggaran di Surabaya.
Yang paling nyata dapat dilihat di Jalan Raya Darmo. Sebab, jalan itu merupakan titik temu berbagai lapisan masyarakat, dari penjuru
kota metropolis. Jalan tersebut dibagi menjadi dua. Raya Darmo arah menuju kota dan ke luar kota.
Pada Maret lalu saja, ada 1.353 pengendara asli Surabaya yang melakukan pelanggaran. Data itu diambil dari contoh Jalan Raya Darmo yang mengarah ke kota. Jika dibandingkan dengan data sebelumnya, terjadi peningkatan 293 pengendara. Tercatat selama
Februari, hanya ada 1.060 pelanggar di jalan yang sama.
Pelanggaran yang dilakukan pun bermacam-macam. Dua teratas merupakan pelanggaran terhadap lampu lalu lintas atau traffic light (TL) dan markah. Posisi pertama diduduki pelanggaran lampu merah. Hal itu tak terlepas dari perhatian pemkot untuk memberikan treatment kepada masyarakat Surabaya. ’’Padahal, kan pelanggaran markah itu sangat berbahaya, rawan terjadi kecelakaan,” ujar Kabidlantas Dishub Joko Supriyanto kemarin (7/4).
Joko menegaskan, salah satu faktor terjadinya peningkatan pelanggaran adalah hari libur. Februari, misalnya, ada satu hari libur nasional pada Jumat (16/2). Sedangkan pada Maret, ada dua hari libur yang dirayakan masyarakat Surabaya. Yakni, Sabtu (17/3) dan Jumat (30/3). Otomatis masyarakat Surabaya mendapatkan hari libur lebih banyak pada Maret. Dengan begitu, peluang terjadinya pelanggaran juga lebih banyak. ’’Tidak bisa dimungkiri, itu memang salah satu pendorongnya,” jelasnya.
Melihat data tersebut, Joko mengasumsikan mereka yang melanggar merupakan warga Surabaya Selatan atau Timur. Sebab, data yang paling banyak di arah menuju kota. Lain halnya jika data yang paling banyak menuju luar kota. Mereka bisa jadi warga Surabaya yang berdomisili di barat atau utara. ’’Untuk itu, kami memang perlu memberikan perlakuan khusus sesuai wilayah masing-masing,” ucap Joko.
Salah satu perlakuan khusus itu adalah memberlakukan tilang. Tentu saja, hal tersebut dilakukan dengan menggandeng Satlantas Polrestabes Surabaya. Tilang diterapkan untuk memberikan efek jera kepada masyarakat sekaligus menjadi contoh bagi warga lain. Tujuannya, mereka tidak melakukan pelanggaran yang sama di lokasi yang sama pula.
Hal itu akan memberikan efek positif kepada masyarakat sekitar. Jumlah pelanggaran di lokasi tersebut bisa berkurang. Begitu juga halnya dengan angka kecelakaan. Sebab, kecelakaan biasanya dipicu pelanggaran yang dilakukan pengendara. ’’Kalau yang bukan pelat L, kami tidak bisa bertindak. Itu sudah di luar kuasa saya,” beber mantan Kasi Rekayasa Lalu Lintas Dishub Kota itu.