MA Batalkan Izin Konservasi KBS
YTFS Tawarkan Pengelolaan Bersama
SURABAYA – Mahkamah Agung (MA) membatalkan izin lembaga konservasi pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Izin itu terbit untuk Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) yang didirikan Pemkot Surabaya. Alasannya, ada cacat hukum dalam syarat yang dijadikan dasar pendirian PDTS selaku pengelola KBS.
Pembatalan tersebut terungkap dalam putusan kasasi gugatan yang diajukan Yayasan Taman Flora dan Satwa (YTFS) terhadap surat izin lembaga konservasi yang dikeluarkan Kementerian LHK. Gugatan itu diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dalam persidangan di PTUN Jakarta, YTFS sebagai penggugat memenangkan gugatan tersebut. PDTS selaku tergugat tidak terima dan mengajukan banding hingga berlanjut ke kasasi. Sampai akhirnya, keluar putusan kasasi di MA yang memenangkan YTFS.
Yuyun Pramesti, kuasa hukum YTFS, mengatakan, salah satu dasar putusan kasasi tersebut adalah prasarana yang dijadikan syarat penerbitan izin lembaga konservasi itu milik YTFS selaku pengelola KBS terdahulu. ”Kandang hewan, tenaga ahli, pawang hewan, dan semuanya dilampirkan sebagai syarat pengajuan izin lembaga konservasi. Padahal, itu semua punya YTFS,’’ katanya.
Dengan putusan itu, YTFS ingin berkomunikasi dengan PDTS. Mereka ingin membahas pengelolaan KBS ke depan. YTFS membuka peluang terkait dengan pengelolaan bersama antara mereka dan PDTS. Mereka juga mengungkapkan kemungkinan menjual pengelolaan KBS ke PDTS.
’’Kami menunggu iktikad baik Pemkot Surabaya melalui PDTS untuk duduk satu meja menyamakan visi, tapi mereka tidak mau. Kami sudah mengirim surat hingga tiga kali, tapi tidak ada yang dibalas,’’ kata Yuyun.
Menurut Yuyun, putusan itu mencabut izin lembaga konservasi yang diterbitkan kepada PDTS. Dengan pencabutan tersebut, PDTS tidak berhak lagi mengelola KBS. Dia membuka peluang untuk berkomunikasi dengan PDTS sampai Juli 2018. ”Kalau tidak ada respons, YTFS akan mengambil alih pengelolaan,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Perekonomian Surabaya Khalid membantah klaim YTFS bahwa aset yang diajukan sebagai syarat penerbitan izin lembaga konservasi adalah milik mereka. Dia menegaskan, untuk aset kandang dan bangunan itu, tidak ada yang memiliki. ’’Sampai saat ini belum ada seorang pun yang mampu membuktikan bahwa aset itu miliknya,” ucapnya.
Pemkot masih menunggu keputusan menteri LHK yang menerbitkan izin konservasi KBS. ”Setelah putusan itu, kami belum melakukan tindakan. Masih menunggu arahan dari kementerian,” jelasnya.
Terkait tawaran pengelolaan bersama, Khalid menerangkan bahwa hal itu tidak memungkinkan. Dia merasa lahan KBS sudah menjadi milik pemkot. Sedangkan binatang yang ada di dalamnya adalah milik negara.