Setiap Hari Bisa Panen 15 Kg Selada
Venta Agustri, Mereguk Manis Berkebun Hidroponik
Hidroponik adalah satu pilihan bercocok tanam untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi. Metode tanam tanpa tanah itu sangat menekankan pada kebutuhan nutrisi. Bermula dari hobi, kini Venta Agustri berhasil melihat peluang bisnis menjanjikan dari hidroponik.
MELINTASI Jalan Raya Ketintang Selatan, mata akan disuguhi pemandangan menyegarkan. Sebuah kebun berisi tanaman sayuran hijau berada di lahan seluas 600 meter persegi. Deretan tanaman selada hijau dan merah ditempatkan di pipa paralon. Lebih dari 100 paralon berjajar rapi. Masing-masing sepanjang 12 meter. ”Selada begini yang diburu pembeli,’’ kata Venta Agustri, pelopor dan pengelola kebun itu.
Menurut Venta, selada yang ditanam dengan sistem hidroponik lebih segar jika dibandingkan dengan yang ditanam di tanah. Bentuk daunnya lebar dan tidak rusak karena nutrisi dalam hal ini unsur haranya bagus. Di lahan tersebut, Venta bisa panen 15 kilogram selada per hari. Jumlah itu termasuk sedikit karena belum bisa mencukupi permintaan pelanggan yang tinggi. Suami Gina Novilla tersebut menjual selada ke rumah makan dan hotel. ”Mereka butuh sayur ini untuk salad,’’ ujar dia.
Aktivitas menanam hidroponik ditekuni Venta sejak Juni 2014. Sebelumnya, dia tidak pernah sedikit pun berinteraksi dengan pertanian. Venta adalah lulusan Fakultas Teknik Sipil ITS pada 1995. ”Saya buta sama sekali, tapi saya penasaran dan ingin belajar,’’ ucap bapak satu anak itu.
Venta pernah memiliki usaha rumah makan dan kafe
Dari situ dia berinteraksi dengan pengusaha di bidang yang sama. Salah seorang rekannya berhasil menanam hidroponik lebih dahulu. Venta tertarik karena panen bisa berlangsung hampir tiap hari dengan hasil memuaskan.
Dia lantas belajar ilmu hidroponik selama seminggu di Pamulang, Jakarta. Begitu selesai, dia mengaplikasikan hobi baru itu di Surabaya. ”Saya manfaatkan lahan kosong milik kakak ipar,’’ ujarnya.
Venta membagi lahan menjadi tiga area berdasar tahapan pertumbuhan selada. Yakni, persemaian, remaja, dan dewasa. Masing-masing tahapan membutuhkan waktu dua minggu. Dimulai dengan menempatkan
rockwool di pipa paralon. Lalu, permukaannya dilubangi. Kemudian, bibit selada dimasukkan ke lubang tersebut.
Rockwool dari dibuat ekstrak batuan apung dan batu kapur. Dua bahan itu dipanaskan pada suhu 1.600 derajat Celsius. Setelah dipanaskan, bahan baku tersebut akan meleleh. Saat meleleh itulah, bahan diaduk-aduk sehingga membentuk serat. Sebagian besar
rockwool diimpor. Begitu juga benih untuk tanaman selada yang didapatnya dari Belanda. ”Kami membeli lewat agen,” ucap dia.
Proses penanamannya sangat mudah. Rockwool yang sudah dilubangi dan ditanami benih dibiarkan sambil terus disiram. Tidak boleh kering. Karena itu, selama berada di dalam paralon, air terus mengalir.
Venta sudah menyiapkan sirkulasi air yang pas. Ada tandon yang berfungsi untuk mengontrol air dan nutrisi. Agar suhu air tetap stabil, Venta memasang AC di tandon tersebut. ”Kalau airnya panas atau hangat, tanaman bisa mati,” jelas dia.
Dalam kurun dua minggu, biji selada berubah menjadi tanaman muda. Selanjutnya, dia dibantu karyawannya untuk memotong rockwool yang ditumbuhi selada tersebut. Bentuk potongannya kotak ukuran 2 cm x 2 cm. Potongan itu dipindah di talang remaja. Perawatannya juga sama. Dialiri air yang sudah dicampur zat-zat kebutuhan tanaman untuk tumbuh. Dua minggu kemudian, tanaman tersebut dipindahkan ke area ketiga. Dua minggu setelah itu, siap dipanen.
Usaha yang sudah ditekuninya selama 3,5 tahun itu terus berkembang. Saat ini Venta memiliki tiga kebun serupa di Surabaya. Dia juga mulai mengembangkan satu kebun di Timika. Venta menyebut hobi bertanam hidroponik bisa menjadi komoditas bisnis yang menjanjikan. Saat ini omzet yang dia raih cukup lumayan. Dalam sebulan, dia bisa mendapat pemasukan kotor Rp 70 juta hingga Rp 100 juta. ”Ini usaha yang menjanjikan,” ujar pria yang juga masih bekerja di pertambangan tersebut.