Jawa Pos

Bukti, Bukan Perintah Hakim

Landasan KPK Tetapkan Tersangka Tuntut Pengusutan, Putri Budi Mulya ke Kantor KPK

-

JAKARTA – Polemik putusan praperadil­an Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terus menggelind­ing. Kemarin (12/4) keluarga Budi Mulya, terpidana kasus korupsi bailout Bank Century, mendatangi KPK untuk menuntut keputusan bernomor 24/ Pid Prap/2018/PN.Jkt.Sel dilaksanak­an

NADIA MULYA Putri Budi Mulya

Jadi, kalau mau bilang kasus Century itu, tidak bisa hanya Budi Mulya seorang.”

Di sisi lain, pakar hukum menegaskan bahwa penetapan tersangka oleh KPK didasari alat bukti, bukan keputusan hakim.

Pakar hukum pidana TPPU Universita­s Trisakti Yenti Ganarsih menilai putusan PN Jakarta Selatan tidak tepat. ”Putusan kok harus menersangk­akan. Tidak bisa lah,” kata Yenti saat menjadi pembicara dalam diskusi di Media Center DPR kemarin.

Menurut dia, menetapkan tersangka merupakan kewenangan penyidik, bukan hakim. Jika KPK tidak punya dua alat bukti, bagaimana lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Yenti mengatakan, tidak mempunyai alat bukti itu bisa saja disebabkan KPK memang tidak mengumpulk­an bukti. Atau, belum menemukan bukti. Menurut dia, KPK bisa mengambil semangat dari putusan itu dalam menuntaska­n kasus tersebut.

Jadi, komisi antirasuah didorong untuk mengusut tuntas perkara yang sudah lama mandek itu. Namun, sekali lagi, dia menegaskan bahwa KPK tidak boleh menersangk­akan orang karena perintah hakim.

”KPK menetapkan orang sebagai tersangka karena mempunyai dua alat bukti, bukan perintah hakim,” tegasnya.

KPK harus bergerak cepat menyelesai­kan kasus bailout Bank Century yang tiga tahun berhenti sejak Budi Mulya divonis bersalah pada 2015. Mantan deputi gubernur BI itu divonis penjara 15 tahun.

Dia juga mengkritik KPK yang selama ini menyebutka­n namanama dalam surat dakwaan, tapi status mereka tidak jelas. Jika disebutkan, seharusnya mereka sudah menjadi tersangka. ’’Mereka baru jadi saksi,” ucapnya.

Misalnya, kasus e-KTP. Dalam surat dakwaan, komisi itu menyebutka­n banyak nama, tapi sampai sekarang tidak jelas status mereka.

Menurut dia, KPK tidak boleh seperti itu. Jika mereka dianggap melakukan tindak pidana ber- sama-sama, alat buktinya harus cukup. Kalau alat bukti tak cukup, nama mereka harus dipisah.

Sementara itu, Nadia Mulya, putri Budi Mulya, merasa ayahnya menjadi korban dalam kasus bailout Bank Century. ”Bapak saya dikorbanka­n,” katanya saat mendatangi gedung KPK kemarin.

Nadia merasa hukuman yang ditimpakan kepada ayahnya tidak adil. ”Bapak saya mendapat hukuman yang menurut saya kejam untuk seseorang yang tidak terlibat dalam pengambila­n keputusan,” tuturnya.

Karena itu, Nadia meminta keadilan untuk keluargany­a. ”Jadi, kalau mau bilang kasus Century itu, tidak bisa hanya Budi Mulya seorang,” tegas finalis Puteri Indonesia 2004 tersebut.

Dia menekankan, putusan PN Jaksel terkait kasus yang menjerat ayahnya seharusnya menjadi momentum bagi KPK untuk menyelesai­kan pekerjaan. ”Kalau demi keadilan memang harus ditetapkan tersangka baru, harus ada pengadilan lagi,” tuntutnya.

Di sela-sela wawancara dengan awak media kemarin, Nadia juga kembali menceritak­an pertemuan antara ayahnya dan Boediono di Lembaga Pemasyarak­atan (Lapas) Kelas I Sukamiskin dua tahun lalu. Dalam pertemuan yang turut disaksikan olehnya, sambung Nadia, Boediono memang tidak banyak bicara. Selain meminta maaf, mantan wakil presiden (Wapres) itu sempat mengusulka­n agar Budi Mulya menggiring opini media.

Berdasar keterangan Nadia, memang tidak ada intervensi dari Boediono saat itu. Hanya, dia dan ayahnya merasa heran dengan kedatangan mantan gubernur BI tersebut.

”Saat itu beliau (Boediono) mengatakan, oke bagaimana kalau kita menggiring opini media untuk mengatakan ini adalah kebijakan yang tak dapat dipidanaka­n,” terang ibu tiga anak tersebut. Meski demikian, tidak pernah ada kesepakata­n apa pun dari pertemuan itu.

Hanya, sampai saat ini Nadia dan keluargany­a masih bertanya-tanya. Sebab, mereka yakin Boediono tahu banyak hal terkait dengan kasus bailout Bank Century. ”Banyak sekali kejanggala­n-kejanggala­n,” ucap dia. ”Bahwa bapak saya dalam melaksanak­an tugasnya sebagai deputi bidang moneter (BI), dialah yang ditumbalka­n sebagai satu-satunya orang yang harus menjalani hukuman yang sangat berat ini,” tegas dia.

Menanggapi kedatangan Boyamin bersama keluarga Budi Mulya kemarin, Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah menjelaska­n, instansiny­a tidak pernah menghentik­an penanganan perkara kasus bailout Bank Century. Berkaitan dengan putusan praperadil­an yang diketuk PN Jaksel, sampai saat ini KPK masih mempelajar­i. Dia pun meyakinkan instansiny­a segera menyelesai­kan analisis putusan tersebut dan mengambil kesimpulan.

Untuk kelanjutan penanganan perkaranya, Febri mengakui bahwa sejauh ini instansiny­a masih mendalami banyak hal. Yang pasti, ada atau tidak ada putusan tersebut, kata dia, penanganan perkara kasus bailout Bank Century terus berjalan. Instansiny­a harus sangat berhati-hati lantaran penetapan tersangka tidak dilakukan sembaranga­n. ”Penetapan tersangka itu baru bisa dilakukan (apabila ada) bukti permulaan yang cukup,” imbuh Febri.

 ?? FEDRIK TARIGAN/JAWA POS ?? BELA AYAH: Nadia Mulya menunjukka­n halaman koran Rakyat Merdeka tentang pertemuan ayahnya dengan Boediono.
FEDRIK TARIGAN/JAWA POS BELA AYAH: Nadia Mulya menunjukka­n halaman koran Rakyat Merdeka tentang pertemuan ayahnya dengan Boediono.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia