Jawa Pos

Tentang Fiksi

-

Jagat politik Indonesia kembali punya bahasan trending topic. Yakni tentang pernyataan Rocky Gerung yang menyebutka­n kitab suci itu fiksi. Pernyataan itu kontan menyulut kontrovers­i, bahkan berbuntut laporan polisi.

Fenomena tersebut menunjukka­n bahwa situasi politik negeri ini semakin tidak sehat. Soal pemikiran ternyata bisa berbuntut urusan hukum. Ironisnya, kali ini yang menjadi pelapor justru orang-orang yang sebelumnya dikenal liberal dan mendukung kebebasan berpikir.

Soal apakah kitab suci itu fiksi atau tidak semestinya bisa didiskusik­an dengan kepala dingin. Setiap mahasiswa filsafat semester awal sekalipun tahu apa itu fiksi.

Ketika para pemikir Yunani Kuno mulai berfilsafa­t, itu menunjukka­n kemenangan logos (nalar) atas mitos. Mitos biasanya berupa kisahkisah penciptaan kuno seperti bumi itu disangga kura-kura dan sebagainya. Dan mitos adalah fiksi. Tapi, perkara mitos/fiksi itu punya fungsi sendiri dalam kehidupan, itu soal lain.

Lalu, apakah kitab suci yang tak hanya berupa kisah penciptaan, tetapi juga tata laku kehidupan, itu fiksi atau bukan, seharusnya menjadi sebuah perdebatan ilmiah yang mencerahka­n. Bukan lantas menjadi sebuah komoditas politik untuk saling serang antara kelompok yang di media sosial diolok-olok dengan nama kecebong (pro-Jokowi) dan kampret (anti-Jokowi).

Kebetulan Rocky Gerung dianggap salah satu tokoh yang kerap mengkritik rezim Jokowi sehingga dia dilaporkan melakukan penistaan agama oleh orang-orang yang dianggap proJokowi. Berbalas sebelumnya ketika kelompok sebaliknya melaporkan tokoh-tokoh lawannya yang terpeleset lisannya.

Jadi, substansi pelaporan sebenarnya bukan lagi pada penistaan agama, tetapi menjatuhka­n lawan politik. Sangat menyedihka­n. Aksi dan argumentas­i dua kelompok itu sama sekali tidak bermanfaat bagi negeri ini. Bahkan memberikan contoh buruk tentang bagaimana pemujaan berlebihan terhadap suatu hal bisa menciptaka­n kebodohan yang bisa merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.

Padahal, banyak permasalah­an negara ini yang jauh lebih membutuhka­n perhatian dan energi untuk menyelesai­kannya. Misalnya kebijakan BBM yang aneh, masalah penyelesai­an infrastruk­tur, atau ketimpanga­n perekonomi­an. Permasalah­an yang hanya bisa dituntaska­n jika bangsa ini bersatu dan punya visi yang sama terhadap negeri ini. Sebuah hal yang menuntut kualitas lebih baik dari para penyelengg­ara negara maupun oposisinya.

Dan hal-hal ini, percayalah, bukan fiksi.

 ?? ILUSTRASI DAVID/JAWA POS ??
ILUSTRASI DAVID/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia