Sentilan tentang Dunia Aktivis
Pentas Drama oleh Sanggar Lidi Surabaya
SURABAYA – Latar cerita penuh intrik pada periode pembunuhan masal Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi adegan untuk mengawali pementasan drama berjudul Aktivzm. Drama seni persembahan Sanggar Lidi Surabaya tersebut dipentaskan Rabu malam (11/4) di Gedung Cak Durasim. Tak hanya menyuguhkan plot sejarah, kritik pedas untuk negeri menyoal dunia pergerakan pun dilontarkan melalui seni panggung yang apik.
Sebuah layar bertulisan ’’Indonesia 1965’’ menjadi pembuka alur drama. ’’Kami ini bukan PKI,’’ teriak salah seorang pemain berdaster dari atas panggung. Bukan hanya dia istri yang harus melepas sang suami untuk diadili. Teriakan perlawanan. Desingan peluru. Tangisan orang terkasih yang ditinggalkan mewarnai beberapa adegan yang membikin penonton merinding.
Drama realis yang berusaha menyajikan keadaan karut-marut perjuangan para aktivis yang hilang bak ditelan bumi itu dikemas dengan koreografi yang menyimbolkan sejarah pergerakan. Rentetan peristiwa tersebut hanyalah pengantar yang menuturkan periode lampau dunia aktivisme. Salah seorang Kutipan di atas diucapkan oleh Totenk dalam epilog drama Aktivzm.
Jikalau tubuhmu resah, bertanyalah! Bila pikirmu buntu, merenunglah! Andai hatimu lusuh, bersihkanlah! Namun, apa pun keluhmu, jangan katakan menyerah.”
Totenk M.T. Rusmawan
pendiri Sanggar Lidi Surabaya sekaligus sutradara drama tersebut, Totenk M.T. Rusmawan, memutuskan adanya lompatan ke masa depan di akhir cerita. Tahun 2020 dipilih sebagai jembatan pengadeganan yang ideal. Linimasa itu lantas menggambarkan adanya kesewenangwenangan yang muncul karena logika berpikir masyarakat terbalik, termasuk para aktivis.
Satu adegan yang jelas menggambarkannya adalah percakapan suami istri, Mily dan Sugi, yang notabene mantan aktivis. ’’Aku masih ada banyak rapat konsolidasi pergerakan. Negara kita ini sedang dalam bahaya. Banyak korupsi besar-besaran, aktivis dibungkam,’’ ujar Sugi. Mily sontak menjawab. Sutradara
’’Utang kita semakin banyak. Kalau kamu ndak kerja, sama saja kamu melalaikan tanggung jawab terhadap keluarga. Lalu, apa bedanya dengan pemerintah,’’ tandas Mily nelangsa.
’’Kita acap kali punya konstruksi berpikir kurang sehat. Alih-alih mau selamatkan negara, tapi malah memperkeruh keadaan dengan tidak mencoba hidup dengan baik. Aktivis bijak tidak seperti itu,’’ ujar Totenk. Menurut dia, naskah Aktivzm tersebut didedikasikan untuk banyak pihak. Kepada 13 aktivis yang hilang entah ke mana pada 1998. Juga sebagai sentilan untuk kondisi otoriter yang kadang membungkam kemerdekaan berpendapat para aktivis.