Jawa Pos

Kaus GantiMertu­a

- Sujiwo Tejo tinggal di www.sujiwotejo.net

PERCERAIAN walau sama sekali tak dianjurkan tetap saja boleh diperbuat. Sebenarnya mertua Jendrowati ndak masalah bila menantunya kausan #Tetanggaku Calon Suamiku. Mereka sadar. Lima tahun terakhir pernikahan Jendro dengan Sastro anaknya memang telah di ujung tanduk.

’’Tapi kenapa dia musti kausan #GantiMertu­a? Mbok pakai kaus yang hestek-hestek lain, misalnya# Si Anu Calon Suamiku. Monggo. Calon ‘kan belum tentu jadi. Bisa saja setelah mediasi akhirnya Jendro tetap menjadi istri anakku Sastro. Kalau #Ganti Mertua, itu sudah pasti cerai, dan itu bikin panas situasi!” tandas mertua perempuan di depan kompor gulai.

Apalagi kaus dengan hestek #GantiMertu­a tak cuma dipakai Jendro. Kemarin lusa ketika reunian SMA Jendro membagi-bagikan itu ke sohib-sohibnya. Tanpa penelitian dan penyelidik­an mendalam mereka yang sudah tahu betapa tulusnya Jendro sejak SMA langsung membelanya.

’’Ini pasti bukan hoax,” begitu karib Jendro yang langsung percaya dan merangkul Jendro. ’’Ini pasti kebenaran. Aku tahu dulu di SMA tak ada orang yang sejujur kamu, Jend. Entah kenapa kami semua di sini langsung percaya ceritamu: Suamimu ancene buaya, dan sekarang sudah punya simpanan di Jember.’’

Kepercayaa­n mereka tak cuma di kata-kata. Mereka pun berbuat. Dalam reunian di Banyuwangi itu langsung mereka lukir baju. Mereka, sekitar 300-an orang, kompak pakai kaus #GantiMertu­a yang tertera di bagian dada. Ada perempuan gendut yang sampai maumaunya mengenakan kaus amat kekecilan karena jatah ukuran XXL sudah habis. Tulisan #GantiMertu­a jadi tampak tegas, tandas dan menonjol atas sesaknya desakan dada.

Dengan seragam kaus #Ganti Mertua itu mereka foto-fotoan di Ketapang, di Bandara Blimbingsa­ri, di Watu Dodol, dan tempat-tempat wisata lain di bumi Blambangan itu. Selain mengunggah­nya di instagram, setiap orang lantas memasukkan foto-foto itu di grup WA-nya masing-masing.

Tak heran kaus #GantiMertu­a lalu dipakai oleh banyak orang di luar komunitas teman-teman SMA Jendro. Kaus ini beredar di toko-toko dan kaki-kaki lima. Laris manis. Pedagang kaus di Cihampelas Bandung sampai hafal. Kalau ada ibu-ibu muda datang, pasti yang dia cari kaus #GantiMertu­a. Tanpa ba-bibu ia langsung membimbing ibu-ibu malang itu ke rak kaus #GantiMertu­a.

Mertua Jendro tak tinggal diam. Ia melobi pembuat kaus sablonan yang terhitung masih saudara misannya sendiri.

’’Kita ‘kan bersaudara, nih,” ultimatum si mertua. ’’Stop Sampeyan terima order kaus #GantiMertu­a lagi dari menantuku!”

Walau bersaudara, apalagi sebangsa, lobi gagal. Pasalnya perusahaan kaus sablonan itu mempekerja­kan sekitar 35 orang. Masing-masing menanggung kehidupan sekitar tiga anak. ’’Selama ini orderan sepi. Baru kaus #GantiMertu­a ini yang orderannya membeludak,” alasannya.

Yo wis. Lobi berantakan. Kini yang kebakaran jenggot bukan cuma mertua Jendro. Seluruh mertua di Nusantara gusar setiap melihat kaus #Ganti Mertua itu di angkutan umum, di lobi-lobi hotel, di tempattemp­at lainnya.

Para mertua yang gusar itu membentuk persatuan. Perwakilan­nya mendatangi pembuat kaus sablonan saudara misan mertua Jendro. ’’Silakan secara profesiona­l Sampeyan tetap melayani orderan kaus #GantiMertu­a. Tapi ini juga profesiona­l, Sampeyan harus mau menerima orderan kami kaus #Per tahankan Mertua. Dokter‘ kan tidak boleh menolak pasien yang beda aliran?” pinta perwakilan para mertua gusar itu.

Kini di masyarakat beredar kaus #GantiMertu­a sekaligus #Per tahankan Mertua. Sama banyaknya. Sayangnya, pengguna kaus# Per tahankan Mertua cuma para mertua yang gusar itu saja. Tak ada anak-anak muda yang menggunaka­n itu.

Satu-satunya anak muda pengguna kaus# Per tahankan Mertua hanyalah: Sastro! (*)

 ?? BUDIONO/JAWA POS ??
BUDIONO/JAWA POS
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia