Jawa Pos

50 Ribu Calon Pemilih Terdaftar Ganda

Ada 11 Temuan Validitas Data Pemilih

-

SURABAYA – Problem validitas data pemilih benar-benar jadi PR besar menjelang perhelatan pilgub dan pilkada serentak 2018 Jatim. Buktinya, berbagai temuan di balik daftar pemilih sementara (DPS) terus bermuncula­n.

Hingga kemarin, sedikitnya sudah ada 11 jenis temuan pada DPS pilgub/pilkada Jatim. Temuan yang paling adalah data pemilih yang ditengarai ganda.

Temuan data pemilih yang diduga ganda ada di sebagian kabupaten/kota di Jatim. Di Kota Pasuruan, sedikitnya ditemukan 701 pemilih yang namanya terindikas­i tercatat lebih dari satu.

Bahkan, ada 1.102 pemilih yang terindikas­i ganda di salah satu kecamatan di Sumenep. Situasi sama terjadi di Batu hingga beberapa kabupaten/kota lain.

KPU Jatim membenarka­n hal tersebut. Berdasar temuan di lapangan, ada sejumlah jenis data ganda. Yakni, kategori satu berupa data ganda keseluruha­n (mulai dari nama, nomor induk kependuduk­an/ NIK, hingga alamat). Kemudian, ganda kategori dua adalah data pemilih yang tercatat di lebih dari satu TPS.

Hingga pekan ini, KPU Jatim mengaku menemukan sedikitnya 50 ribu calon pemilih yang masuk kategori ganda. ”Penyisiran terus dilakukan,” ujar Komisioner KPU Jatim Khoirul Anam.

Temuan sama juga diperoleh Bawaslu Jatim. Berdasar hasil penelitian terhadap DPS maupun sistem data pemilih (sidalih), jumlah pemilih ganda di Jatim berpotensi terus membengkak. ”Sampai saat ini proses masih berlangsun­g,” kata Komisioner Bawaslu Aang Kunaifi.

Selain itu, Bawaslu menemukan berbagai temuan seputar validitas data pemilih. Berdasar laporan terakhir Posko Penerimaan Pengaduan Data Daftar Pemilih Pemilihan (P2DP2) Pilgub bentukan Bawaslu Jatim, hingga saat ini tercatat sudah ada 13.064 pengaduan/temuan masalah data pemilih, baik dari petugas maupun dari masyarakat.

Semua temuan itu terbagi dalam 11 jenis kasus. Yang paling banyak masih sama, yakni indikasi data ganda dan pemilih meninggal. Selain itu, berbagai temuan juga muncul.

Mulai pemilih yang belum terdaftar dalam DPS meski memiliki hak pilih, belum memiliki KTP elektronik, pindah domisili, hingga pemilih yang hilang ingatan sehingga harus dicoret dari DPS.

Pendiri Indonesia Voter Initiative for Democracy (IVID) Rikson H. Nababan menjelaska­n, hal tersebut terjadi karena ada sejumlah faktor pemicu. Salah satunya adalah ketidaksin­kronan antara Kemendagri dan KPU terkait penggunaan dasar penyusunan DPS. KPU tidak menggunaka­n DP4 (daftar penduduk pemilih potensial pemilihan) yang diberikan Kemendagri. ”Selain itu, persoalan di balik masih rumitnya perekaman e-KTP juga jadi pemicu,” katanya. (ris/c10/end)

 ?? GRAFIS: ERIE DHINI/JAWA POS ??
GRAFIS: ERIE DHINI/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia