Jawa Pos

Tak Serius Jalankan Repatriasi

Janji 1.500 Pengungsi, Myanmar Penuhi 5

-

YANGON – Tempat penampunga­n sementara di Taungpyole­twea tidak lagi kosong. Mulai Sabtu (14/4), ada lima orang yang menghuniny­a. Seorang lelaki dewasa, dua perempuan dewasa, dan dua anak-anak. Mereka adalah keluarga Rohingya pertama yang dipulangka­n dari kamp pengungsia­n Cox’s Bazar di Bangladesh.

”Lima orang yang masih satu keluarga tiba di Taungpyole­twea, Rakhine, pagi ini (Sabtu pagi, Red).” Demikian bunyi keterangan tertulis Kementeria­n Luar Negeri Myanmar pada Sabtu malam. Sayang, dalam keterangan yang diperoleh Reuters itu, tidak disebutkan nama para pengungsi tersebut.

Proses repatriasi pengungsi Rohingya dari Bangladesh seharusnya sudah dimulai Januari, sesuai kesepakata­n Myanmar dengan Bangladesh saat meneken perjanjian November lalu. Namun, dengan alasan belum siap, Myanmar berkali-kali menunda repatriasi. Wajar bila Bangladesh lantas menganggap Myanmar tidak serius dengan janji menerima kembali kaum Rohingya yang kabur akibat represi itu.

Dalam kesepakata­n awal, Myanmar berjanji menerima kembali sekitar 1.500 pengungsi Rohingya per pekan. Dengan cara tersebut, sekitar 700.000 warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh setelah aksi sektarian Agustus lalu baru bisa pulang seluruhnya dalam waktu sembilan tahun. Itu belum termasuk rombongan pengungsi lain yang masuk Bangladesh sebelum Agustus.

Saat ini Bangladesh menampung sekitar 1,2 juta pengungsi Rohingya. Mereka tersebar di beberapa kamp pengungsia­n. Tapi, mayoritas terpusat di Cox’s Bazar.

Dalam pandangan Bangladesh, proses repatriasi yang dijalankan Myanmar terlalu berbelit. Sebelum boleh kembali ke Rakhine, para pengungsi Rohingya itu harus bisa membuktika­n bahwa mereka memang berasal dari sana. Dokumen resmi menjadi syarat utama yang Myanmar ajukan. Itu bukan perkara mudah. Sebab, kaum Rohingya yang menetap di Rakhine sejak 1982 tersebut tak punya kartu identitas.

Di antara 8.032 dokumen pengungsi yang diserahkan oleh Bangladesh setelah melewati proses pendataan, Myanmar hanya memverifik­asi 374 dokumen. Karena itu, hanya sejumlah itu pula pengungsi Rohingya yang bisa masuk Myanmar dalam gelombang repatriasi pertama. Jauh di bawah kesepakata­n yang mencapai 1.500 orang.

Sebelum dikembalik­an ke kampungnya, para pengungsi lebih dulu tinggal di kamp penampunga­n sementara. Di sana, mereka akan menjalani adaptasi. Tapi, dunia internasio­nal meng- anggap tahap itu sebagai cara Myanmar menunda kebenaran terkuak. Sebab, berbagai fakta menunjukka­n bahwa kampung Rohingya di Rakhine sudah dihuni orang-orang yang sengaja dihadirkan pemerintah Myanmar.

Kemarin The Guardian melaporkan bahwa lima pengungsi Rohingya yang kembali ke Myanmar itu langsung diberi kartu identitas. Dalam foto yang beredar, kartu itu tampak dilengkapi dengan foto dan identitas diri. Termasuk nama. Kepada media, Myanmar menyebut kartu identitas itu sebagai national verificati­on card (NVC).

Wakil Sekjen HAM PBB Ursula Mueller yang pekan lalu melawat ke Myanmar menegaskan bahwa memulangka­n warga Rohingya ke Rakhine saat ini bukan solusi tepat. ”Tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai,” ujarnya seperti dikutip BBC. Dia juga masih mengkhawat­irkan keselamata­n kaum Rohingya di Myanmar.

 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia