Jawa Pos

Warga Keluhkan Kenaikan PBB

Daerah Dikembangk­an, Pajak pun Terkerek

-

SURABAYA – Tagihan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Surabaya melonjak tiga tahun belakangan. Tidak heran apabila warga kecil hingga anggota dewan mulai mempertany­akan kenaikan itu.

Tahun ini pendapatan pemkot dari PBB ditarget mencapai Rp 1,037 triliun. Angka tersebut nyaris sepertiga pendapatan dari pajak daerah yang senilai Rp 3,4 triliun. Jumlah itu unggul jauh daripada pajak restoran, hotel, reklame, dan parkir.

Anggota Komisi B DPRD Surabaya Baktiono mengaku menerima banyak keluhan warga. Ratarata mereka kaget saat menerima surat pemberitah­uan pajak terutang (SPPT).

Ada yang naik 50 persen. Ada juga yang dua kali lipat. ”Jangankan warga. Saya sendiri kaget. Tahun lalu PBB saya masih Rp 900 ribu. Sekarang sudah Rp 2 juta,” jelas politikus PDIP tersebut.

Rumah Baktiono berada di Rangkah, Tambaksari. Rata-rata beban pajak warga sekitar naik hingga 50 persen. Ada juga yang naik drastis seperti Baktiono. Kenaikan tersebut sangat berhubunga­n dengan meningkatn­ya nilai jual objek pajak (NJOP) warga setiap tahun. Jika NJOP lebih dari Rp 1 miliar, PBB yang harus dibayarkan naik dua kali lipat daripada sebelumnya

Yakni 0,1 persen ke 0,2 persen. Baktiono mzengusulk­an agar Perda Nomor 10 Tahun 2010 direvisi. Diperlukan kajian lagi agar warga tidak semakin terbebani. Meski peningkata­nnya terkesan hanya 0,1 persen, dia menilai angka tersebut terlalu besar.

Anggota DPRD empat periode itu juga menilai upaya pemkot untuk meningkatk­an pendapatan dari pajak sah-sah saja. Namun, dia meminta tidak hanya PBB yang dikejar. Menurut dia, pemkot seharusnya mencari sumber pendapatan lain.

Misalnya, pajak restoran. Tahun ini pajak restoran ditarget hingga Rp 370 miliar. Namun, dia meyakini angka kebocoran pajak itu sangat tinggi. Sebab, hingga kini, penerapan pajak online belum juga terlaksana. Jika pajak tersebut terkom puterisasi sejak dari kasir, pajak yang didapatkan pemkot bisa melonjak. Bahkan, bukan tidak mungkin, pajak restoran menyamai angka pendapatan PBB.

Keluhan juga datang dari Wakil Ketua DPRD Surabaya Aden Darmawan. PBB rumahnya di kawasan Gayung Kebonsari naik drastis sejak 2016. Dua tahun lalu, PBB rumahnya hanya Rp 1 juta. Tahun lalu jumlahnya meningkat jadi Rp 2 juta. Sementara itu, tahun ini nilainya naik menjadi Rp 2,7 juta. ”Saya sempat tanya kepada pemkot. Kok bisa naik? Warga sekitar juga tanya kepada saya,” ujar politikus Gerindra tersebut.

Aden mendapat penjelasan bahwa kenaikan itu terjadi karena pembanguna­n frontage road (FR) Ahmad Yani. Jalan tersebut membuat nilai jual kawasan sekitarnya ikut melambung. Aden menganggap alasan itu logis. Namun, jumlah kenaikan hingga dua kali lipat tersebut dianggapny­a terlalu tinggi. Mengingat rumahnya berada lumayan jauh dari FR A. Yakni. Yakni, 1–2 kilometer.

Sementara itu, di daerah barat, warga juga mulai mempertany­akan SPPT PBB tahun ini. Nilainya meroket hingga dua kali lipat.

Ketua RW 6, Kampung Jawar, Saiful Huda, misalnya. Dia kaget begitu tahu NJOP tanahnya meroket dari Rp 537 ribu per meter persegi jadi Rp 1.032.000. Artinya, PBB rumahnya juga ikut naik dua kali lipat ketimbang tagihan tahun lalu. ”Ini bukan naik lagi namanya. Tapi, ganti harga,” ujar pria yang rumahnya tak jauh dari Gelora Bung Tomo (GBT) itu.

Dia mulai khawatir beban PBB semakin mahal saat jalan lingkar luar barat (JLLB) sisi utara terbangun. Harga NJOP bakal kembali naik.

Di Surabaya Timur NJOP juga naik. Nawawi Ahmad, warga Medokan, menjelaska­n bahwa PBB rumahnya naik dari Rp 600 ribu menjadi Rp 800 ribu. ”Banyak warga yang bertanya-tanya,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Surabaya Yusron Sumartono membenarka­n bahwa saat ini berlaku kenaikan pajak hingga dua kali lipat. Namun, dia menyatakan, hal tersebut hanya berlaku untuk objek pajak yang tahun ini NJOPnya sudah melebihi Rp 1 miliar. ”Itu hanya tarif pajak, bukan NJOP-nya. Dalam perda, kalau sudah melebihi Rp 1 miliar, otomatis naik jadi 0,2 persen,” katanya kemarin (15/4).

Kenaikan itu berlaku secara menyeluruh, bukan hanya daerah tertentu. Namun, kenaikanny­a memang bakal terasa di daerah-daerah tertentu yang kini sedang menjadi fokus pengembang­an pemkot.

Misalnya, di Surabaya Selatan. Proyek FR menjadi faktor naiknya NJOP sehingga berimbas pada tarif pajak. Begitu pula di Surabaya Barat dan Timur yang bakal memiliki JLLB dan JLLT. ”Kalau itu memang (berlaku kenaikan), tapi untuk NJOP-nya, nggak sampai dua kali lipat. Hanya tarif pajak,” ucapnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia