Buat Sketsa Cagar Budaya
SURABAYA – Belasan orang duduk lesehan di sepanjang trotoar sisi timur Jalan Pahlawan. Mereka memegang buku berbagai ukuran serta alat tulis sambil memandang pada satu bangunan: bekas Toko Buku Narain yang kini jadi warung kopi. Satu per satu goresan di kertas mereka pun menjadi sketsa bangunan cagar budaya dan lingkungan sekitarnya.
Pagi itu (15/4) Urban Sketchers Surabaya sengaja datang ke bangunan lawas tersebut. Mereka ingin menjadikan gambar gedung yang dulu toko buku sekaligus tempat tinggal Naraindas Tikamdas Sakhrani itu sebagai koleksi sketsa mereka. Salah satunya Setyo Nugroho yang hari itu menyempatkan diri ikut menggambar sebelum kembali melanjutkan S-3 di Hiroshima University, Jepang, keesokan harinya.
”Kebetulan sedang mampir di Surabaya untuk penelitian. Pas tanya ke teman-teman ternyata memang sedang ada kegiatan,” jelasnya. Untuk menghadirkan gambaran kasar dari bangunan itu, Setyo pun memilih menggoreskan dasar gambar dengan drawing pen. Lalu, memberikan warna-warna detail. ”Banyak yang bilang sketsa saya kayak komik. Padahal, saya bukan penyuka manga atau apa pun,” jelasnya.
Setelah dua jam nongkrong sambil corat-coret, setiap buku pun diletakkan berjejer dan satu per satu mulai bercerita. Soal alat apa yang dipakai, mana yang mau difokuskan, dan apa kesulitan mereka. Ketua Urban Sketchers Surabaya Lie Kian Bing mengatakan, sharing session memang perlu setelah para anggota komunitas menyelesaikan karyanya. ”Biar yang lain belajar atau bisa membantu jawaban,” ujarnya.
Menurut dia, setiap orang pasti punya perspektif masing-masing. Bing pun lebih suka membuat sketsa dengan kuas tanpa memperhatikan detail. Dia lebih suka memperhatikan nuansa dan komposisi sebuah sketsa. Sama dengan hobinya yang lain, yakni fotografi.