Terjerat Tiga Cuitan di Twitter
Dhani Siap Laporkan Balik Pelapornya
JAKARTA – Sidang perdana kasus ujaran kebencian (hate speech) yang menjerat Ahmad Dhani digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kemarin (16/4). Dalam surat dakwaan, jaksa membeberkan tiga cuitan musisi kelahiran Surabaya itu yang mengandung unsur tindak pidana ujaran kebencian.
Jaksa penuntut umum (JPU) Dedyng Wibianto Atabay menyatakan, dalam penyebarluasan cuitan, Dhani melibatkan seorang staf bernama Suryopratomo Bimo A. selaku admin. Bimo bertugas mengunggah pesan Dhani ke media sosial (medsos) dengan imbalan gaji Rp 2 juta per bulan
”Saksi Suryopratomo Bimo A. alias Bimo berperan menyalin secara persis dengan apa yang ditulis terdakwa dan mengunggah pesan tersebut ke akun Twitter milik Ahmad Dhani,” ujar Dedyng saat membacakan dakwaan.
Dia mengungkapkan, Dhani mengirimkan pesan berisi ujaran kebencian kepada Bimo pada 7 Februari 2017 melalui aplikasi WhatsApp. Kemudian, Bimo menyalin dan mengunggah pesan itu ke akun Twitter milik Dhani.
”Tulisan tersebut berisi bahwa ’Yang menistakan agama adalah Ahok, tapi yang diadili KH Ma’ruf Amin’,” ungkap Dedyng.
Selanjutnya, pada 6 Maret Dhani kembali mengirim pesan kepada Bimo melalui WhatsApp. Pesan tersebut disalin secara persis oleh Bimo dan diunggah di akun Twitter milik Dhani. Isinya berkaitan dengan kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
”Pesan tersebut berisi, ’Siapa saja yang mendukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya,’” ujarnya.
Selanjutnya, Dhani mengirimkan pesan ketiga pada 8 Maret 2017 yang berisi ”penista agama tidak sesuai dengan Pancasila”. ”Sila pertama ketuhanan YME penista agama jadi gubernur, kalian waras?” katanya.
Dhani disangka melanggar pasal 45A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 6 tahun plus denda Rp 1 miliar.
”Ahmad Dhani bersama saksi Bimo pada Februari hingga Maret 2017 dengan sengaja dan tanpa hak menyebabkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan sentimen suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA),” ungkap Dedyng.
Sementara itu, pengacara Dhani, Hendarsam Marantoko, menjelaskan, yang dilakukan kliennya merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang telah diatur dalam konstitusi. Dia menegaskan, ketidaksukaan kliennya terhadap pelaku penistaan agama bukan pelanggaran hukum.
”Apalagi penistaan agama apa pun di Indonesia adalah jelas merupakan perbuatan pidana yang dilarang pasal 156 dan pasal 156A KUHP sehingga pesan dalam media sosial tersebut adalah bentuk ketidaksukaan,” jelas Hendarsam.
Selain itu, dia menilai pasal 28 ayat 2 UU ITE merupakan pasal karet yang bisa digunakan untuk menjerat seseorang tanpa alasan yang jelas. Pasal tersebut juga dinilai mengurangi kebebasan berekspresi kliennya. ”Pasal itu bisa memidanakan siapa saja atas dasar tidak suka,” imbuhnya.
Setelah sidang, Dhani merasa tidak bersalah atas pernyataan yang dianggap jaksa mengundung unsur SARA. Dia juga mengakui semua ujarannya yang dituliskan dalam dakwaan jaksa.
”Sampai saat sekarang saya tidak pernah merasa bersalah. Saya memang membenci penista agama dan para pendukungnya. Di BAP, saya juga mengakui hal itu,” tegasnya.
Dhani melalui kuasa hukumnya juga tengah menyiapkan serangan balik dengan menggugat pelapor yang bernama Jack Lapian. Pihaknya akan menunggu momen yang tepat. ”Kami sudah mem- punyai agenda melaporkan balik sebenarnya. Tinggal kami menunggu momentum,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Dhani dilaporkan atas dugaan ujaran kebencian oleh Jack Lapian pada 9 Maret 2017. Laporan itu terkait dengan sejumlah cuitan pentolan grup band Dewa tersebut di akun Twitter @ahmaddhaniprast.
Dalam beberapa cuitannya, Dhani menuliskan frasa ”penista agama”. Diduga, frasa itu ditujukan kepada Ahok yang kala itu menjadi calon gubernur DKI Jakarta (incumbent).
Dhani menyatakan bakal mengajukan eksepsi alias nota keberatan atas dakwaan jaksa pada sidang Senin (23/4). Dia juga berjanji menghadiri setiap tahap sidang.
Sementara itu, Jack Lapian beserta pengacaranya, Johannes L. Tobing, juga hadir di ruang sidang. Dia mengungkapkan, sidang itu menjadi ajang pembuktian bahwa ujaran Dhani mengandung kebencian yang bersifat SARA. ”Saya respek terhadap Dhani yang jantan dalam menjalani proses hukum selama ini. Apakah itu ujaran kebencian atau tidak, maka dibuktikan di persidangan,” ujar Jack.