Pekerjaan Lama Hilang, Digantikan Pekerjaan Baru
DUNIA pendidikan, termasuk dunia kampus, memang tidak bisa berdiam diri. Mereka harus bergerak maju mengikuti perkembangan zaman. Termasuk datangnya revolusi industri 4.0.
Jika diam, kampus bisa ditinggalkan. Sebab, lulusannya tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memperingatkan, beberapa bidang pekerjaan akan semakin tergerus dengan datangnya revolusi industri 4.0. Itu adalah saatnya era industri ditopang oleh superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik, dan masih banyak peranti pintar lainnya.
Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kemenaker Bambang Satrio Lelono menyatakan, berbagai penelitian dari beberapa lembaga terkemuka seperti Oxford, McKensie Global Institute, maupun International Labour Organization memprediksi 50 persen pekerjaan akan hilang.
”Tetapi, perlu diketahui juga, akan muncul pekerjaan-pekerjaan yang saat ini belum ada,” katanya di Jakarta kemarin (16/4).
Pekerjaan-pekerjaan yang akan hilang, antara lain, resepsionis, tukang kayu, desain tiga dimensi, pengolah semikonduktor, teller bank, travel agent, juru masak fast-food, dan operator mesin.
”Jenis pekerjaan seperti ahli las, staf akuntan, operator mesin, sopir truk, dan ahli mesin bakal mulai tersingkir. Padahal, jumlah sopir truk di Indonesia sekitar 6 juta,” ujarnya.
Sementara itu, pekerjaan-pekerjaan seperti pemeliharaan dan instalasi, mediasi, medis, analis data, manajer sistem informasi, konselor vokasi, dan analis dampak lingkungan akan tumbuh. Khususnya mulai periode 2021 hingga 2025.
Pada periode selanjutnya, yakni 2026 hingga 2030, jenis pekerjaan perancang, pemrograman kecerdasan buatan, perancang dan pengendali mesin otomasi, serta perancang software dan game online akan terus tumbuh dan dibutuhkan.
Saat ini, kata Bambang, permasalahan di Indonesia berada di sektor hulu, yakni pendidikan. Pendidikan di Indonesia masih dihadapkan pada permasalahan berupa mismatch. Yakni, ketidaksesuaian antara output pendidikan dan kebutuhan dunia kerja.
”Menurut data ILO, hanya 37 persen dari total output pendidikan di Indonesia yang well match,” jelas Bambang.
Selain itu, pendidikan vokasi masih rendah. Dari total sistem pendidikan di Indonesia, baru 5,6 persen yang berbasis vokasi. ”Sementara di negara-negara maju, persentase pendidikan vokasi 50 persen, 50 persennya keilmuan dan akademik,” ungkapnya.
Meski demikian, Bambang menyatakan tidak perlu khawatir dan minder menghadapi revolusi industri 4.0. Yang penting terus meningkatkan skill agar bisa sesuai dengan kebutuhan bidang-bidang pekerjaan di masa depan.
Meski banyak pekerjaan yang hilang, Bambang menyebut banyak juga yang telah beralih pada pekerjaan-pekerjaan baru. Bambang mencontohkan kecepatan perkembangan Tokopedia.
Beberapa bulan lalu, jumlah merchandise di Tokopedia masih 2 juta. Tapi, belakangan jumlah tersebut meningkat tajam menjadi 2.700.000 merchandise. ”Berarti ada 700 ribu orang yang mulanya tidak bekerja menjadi bekerja.”