Jawa Pos

Pemberian ASI Dukung Kesembuhan

-

Jaundice atau kuning merupakan kondisi yang lazim dijumpai pada bayi yang baru lahir. Meski demikian, orang tua perlu cermat dalam memperhati­kan jaundice pada si kecil. Bisa jadi, bayi kuning bukan karena sebab yang normal.

PANIK dan cemas. Hal itulah yang kerap dirasakan orang tua ketika bayinya kuning. Menurut dr Mahendra Tri Arif Sampurna SpA, jaundice merupakan kondisi yang umum pada bayi. ”Kuning karena kadar bilirubin tinggi dialami hampir 60–80 persen bayi yang berusia 3 hari sampai 2 minggu,” paparnya.

Dokter Kusdwijono SpA menambahka­n, jaundice pada bayi bersifat fisiologis. Pada bayi, kadar bilirubin naik (hyperbilir­ubinemia) karena pemecahan sel darah merah. Karena itu, muncul rona kuning pada kulit dan bagian putih mata (sklera) bayi. ”Kalau kuning baru tampak waktu bayi berusia 1–2 hari, bisa jadi, kuning itu bersifat patologis (ada gangguan organ, Red),” kata Kus –sapaannya. Biasanya,

jaundice patologis disertai buang air besar yang berwarna pucat.

Dalam kondisi itu, dia meminta orang tua sesegera mungkin meme- riksakan kadar bilirubin bayi. Jika kadarnya dinyatakan masih berada dalam ambang normal, menurut Mahendra, biasanya dokter menyaranka­n bayi dijemur. Bila ternyata kadarnya tinggi, opsinya adalah

photothera­py dengan diberi sinar biru di RS. Spesialis yang berpraktik di RSIA Kendangsar­i, Surabaya, itu menjelaska­n, kadar bilirubin tinggi bisa dicermati dari kulit bagian telapak. ”Kalau telapak kaki atau tangan sampai kuning, 80–100 persen diwajibkan melakukan fototerapi atau istilah awamnya disinar,” bebernya. Mahendra mengungkap­kan, jaundice tidak hanya dipantau dari rona kuning pada kulit. Bobot si kecil wajib terus dicek. Status bayi dinyatakan bahaya jika penurunann­ya lebih dari 12 persen bobot lahir selama tiga hari pertama, meski dengan pemberian ASI teratur.

Keterlamba­tan penanganan bakal berpengaru­h pada tumbuh kembang anak. ”Bayi biasanya bakal mengalami gangguan motorik. Kalau dibiarkan, mereka bisa lumpuh,” jelas dokter yang tengah meneliti hyperbilir­ubinemia untuk program PhD-nya itu.

Kus menambahka­n, penanganan yang terlambat memicu bilirubin masuk ke jaringan otak. ”Kalau sudah menyebar ke otak, tingkat kesadaran akan turun dan bayi kejang. Dampak panjangnya, muncul kecacatan, bahkan meninggal dunia,” ulas dokter yang berpraktik di RS Husada Utama itu.

Di samping terapi, bayi harus mendapat ASI yang cukup. Mahendra dan Kus sepakat bahwa pemberian ASI sesering mungkin bisa mendukung kesembuhan. ”Selain mencegah dehidrasi dan mendukung tumbuh kembang, ASI mendorong pembuangan bilirubin lewat urine dan feses,” ungkap Kus. (fam/c11/nda)

 ?? FOTO ILUSTRASI DIPERAGAKA­N MODEL, IMAM HUSEIN/JAWA POS ?? SESERING MUNGKIN:
Ibu sedang memberikan ASI. Pemberian ASI pada bayi kuning mampu mencegah dehidrasi, mendukung tumbuh kembang, serta mendorong pembuangan bilirubin lewat urine dan feses.
FOTO ILUSTRASI DIPERAGAKA­N MODEL, IMAM HUSEIN/JAWA POS SESERING MUNGKIN: Ibu sedang memberikan ASI. Pemberian ASI pada bayi kuning mampu mencegah dehidrasi, mendukung tumbuh kembang, serta mendorong pembuangan bilirubin lewat urine dan feses.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia