Jawa Pos

Tiga Wajah Tiga Singa

-

SIAPAKAH The Three Lions timnas Inggris sesungguhn­ya? Bukan Leo, Kit Kat, atau Lenny, tiga boneka singa yang selalu berada di tengahteng­ah timnas Inggris ke mana pun Harry Kane dkk bermain. Namun, bagi Gareth Southgate, tiga singa yang sebenarnya adalah Mauricio Pochettino, Antonio Conte, dan Pep Guardiola.

Ya, tiga pemikir itulah yang berada di belakang Southgate. Poche yang menjadi sosok penginspir­asi Southgate sepanjang merintis karir melatih, mulai level U-21 di timnas Inggris sampai naik kelas ke level senior. Conte dan Pep menjadi dua sosok di balik dua klub penguasa dan pemberi pengaruh di Premier League selama dua musim terakhir. Termasuk Pep yang kemarin WIB (16/4) menjadi tactician matador pertama pengantar klub juara Premier League dengan Manchester City. Dari Pep, Southgate sudah dapat banyak belajar tentang cara bermain dengan banyak variasi. Bukan cuma 4-4-2 atau 4-2-3-1, dua formasi warisan dari pendahulun­ya.

Inggris-nya Southgate pernah bermain 4-3-3, 4-1-4-1, atau bahkan 3-4-2-1. ’’Kami membawa apa yang kami pelajari bersama Pep dan belajar lagi bersama Gareth,’’ ungkap John Stones, center back City, dikutip London Evening Standard. ’’Bersama Pep, kami di City sudah berlatih dengan formasi berbeda, posisi dan peran berbeda, lalu main melawan tim dengan variasi permainan berbeda pula. Kami berbagi dengannya (Southgate),’’ lanjut Stones.

Dari sepuluh laga terakhir, Southgate mengaplika­sikan empat variasi formasi yang berbeda. Rata-rata dia memakai formasi tiga bek. ’’Gareth ingin kami mem-build up serangan dari belakang,’’ jelas Stones. Buildup seperti itu menjadi senjata The Citizens musim ini.

Selain Stones, nama-nama dari City seperti Wartawan Jawa Pos

Kyle Walker dan Raheem Sterling menjadi tulang punggung Inggris-nya Southgate di Piala Dunia 2018. Mirror mengklaim kans tiga pemain itu bisa hampir 98 persen. ’’Beberapa kali saya sudah ngobrol bersamanya dan dia senang membahas pemain dan taktik. Pemikirann­ya itu yang saya pakai,’’ ujar Southgate.

Tidak cuma belajar memperbany­ak variasi formasi dari Pep, dia pun belajar menjadikan Inggris-nya sebagai tim agresif. Itulah yang belum dia dapatkan dari anak buahnya. Maklum, baru setahun Southgate belajar dari Pep. Tidak seperti lamanya dia yang sudah belajar dari Conte tentang cara bertahan dalam formasi back three.

Baru pada era Southgate, Inggris lebih sering memakai formasi tiga bek. Southgate, dilansir The Guardian, menyebut formasi tiga bek sebagai fondasi untuk mem-build up serangan dari lini belakang. ’’Sistem ini memberi kami stabilitas yang bagus dan memberikan satu solusi yang lebih mudah bagi lini kedua kami. Saat menekan, kami bisa mendapat dua pemain ekstra. Begitu pula saat bertahan,’’ tutur pelatih yang mengawali karir melatihnya di Middlesbro­ugh tersebut. Kalau tidak memakai 3-4-2-1, dia memilih 3-4-1-2 atau 3-5-2.

Dari Chelsea-nya Conte yang menginspir­asinya, Gary Cahill-lah komponen utama di balik formasi tiga bek. Cahill, Stones, plus Walker adalah tiga bek yang telah mengakrabi­nya (formasi tiga bek). Lima laga terakhir dengan back three Inggris cuma kebobolan satu gol. Itulah capaian terbaik Inggris-nya Southgate.

Namun, dari ilmu yang dia dapatkan tersebut, Poche tetap menjadi otak utamanya. Dari Poche, dia bisa mendapat pemainpema­in yang bertenaga. Misalnya, Kane, Dele Alli, Eric Dier, Kieran Trippier, atau Danny Rose. Bahkan, Walker dibesarkan Poche. ’’Dia mampu memberi kami pemainpema­in powerful tiap kali jeda internasio­nal,’’ kata Southgate.

Nah, patut ditunggu efek dari inspirasi tiga singanya Southgate itu dua bulan lagi di Rusia. Jadi tim juara seperti Chelsea-nya Conte dan City-nya Pep? Atau hanya menjadi tim pemimpi seperti Spurs-nya Poche? Tanyakan kepada Southgate, bukan ke Leo, Kit Kat, dan Lenny.

NARENDRA PRASETYA

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia