Jawa Pos

Omzet Capai Ratusan Juta Rupiah Per Bulan

- BRIANIKA IRAWATI

Penutupan lokalisasi Dolly membawa berkah bagi Fitria Anggraini Lestari. Lewat batik, dia berhasil mendapatka­n omzet ratusan juta rupiah per bulan. Dia juga dipercaya menerima orderan dari desainer kondang Oscar Lawalata.

SIBUK sekali Fitria Anggraini Lestari pada Rabu itu (11/4). Berlembar-lembar kain batik dipajang di berbagai sudut salah satu ruangan rumah Fitria di kawasan Kupang Gunung Timur, Sawahan. Ada yang sudah diwarnai, ada pula yang baru selesai dicanting. Fitria sedang mencanting batik pada selembar kain putih berukuran 2 x 2,5 meter dengan dibantu tiga karyawan.”Bulan ini banyak pesanan,” ungkap perempuan 38 tahun tersebut.

Konsumen terbanyak Fitria berasal dari Jakarta dan Surabaya. Sekali order, tidak hanya 1–2 lembar kain, tapi mencapai puluhan. Salah seorang pemesan bulan ini adalah Wali Kota Tri Rismaharin­i.

Orang nomor satu di Surabaya itu memesan 50 lembar kain.”Bu Wali sendiri yang memilih motifnya,” terang Fitria.

Risma sering memesan batik ke Fitria. Karena itu, Fitria hafal betul cara melayani Risma.”Kalau minta selesai bulan ini, ya harus bulan ini,” kata perempuan asli Surabaya tersebut, lantas tersenyum. Pesanan lain datang dari desainer Oscar Lawalata. Fitria senang betul mendapat kepercayaa­n tersebut

Itu pengalaman pertama bagi Fitria. Terlebih, rancangan busana yang menggunaka­n batik Fitria tersebut akan ditampilka­n dalam fashion show di Paris.

Bukan sembarang pembatik yang dipilih desainer peraih penghargaa­n Internatio­nal Young Creative Entreprene­ur (IYCE) di Inggris itu. Fitria harus menjalani serangkaia­n tes dan pelatihan.

Perkenalan mereka dimulai saat Fitria mengikuti pelatihan UKM yang diselengga­rakan Bank Mandiri di Trenggalek akhir tahun lalu. Pemateriny­a Oscar Lawalata.

Setelah itu, Fitria mengikuti tes seleksi mendesain batik. Pola dan warna yang digambar Fitria ternyata membuat Oscar kepincut.”Katanya, dia tertarik dengan pewarnaan saya yang pakai teknik gradasi. Jarang batik pakai teknik itu,” ungkap ibu dua anak tersebut. Oscar memesan enam lembar kain batik bulan lalu.

Komunikasi mereka berjalan intens. Sesekali Oscar pergi ke Surabaya untuk memastikan proses pembuatan batik. Semua jenis kain sudah ditentukan Oscar, yakni sutra dan katun.”Dia orang yang perfeksion­is. Oscar juga memberikan contoh motif kepada kami,” ungkapnya. Semua pesanan itu harus selesai pada bulan ini.

Setiap jenis kain memiliki karakteris­tik masing-masing. Membatik pada kain sutra dirasa Fitria lebih sulit daripada kain katun.”Saat canting, kainnya gerak-gerak. Jadi, lebih hati-hati dan pelan,” tuturnya.

Menurut Fitria, motif batik yang diminta Oscar cukup rumit. Bentuknya kecil-kecil. Faktor itulah yang membuat pengerjaan sangat lama. Pewarnaan harus dilakukan dengan sangat hatihati. Sedikit saja salah, tahapan harus diulang mulai awal. Sampai saat ini, Fitria baru merampungk­an 50 persen. Siang-malam dia ngebut menyelesai­kan pesanan.

Secara berkala, dia mengirimka­n foto hasil kain yang sudah selesai kepada Oscar. Kalau kurang sesuai, Fitria segera memperbaik­inya. Di tengah-tengah kesibukann­ya tersebut, Fitria merasa beruntung. Menurut dia, ini adalah pengalaman berharga yang bisa memacunya untuk mengembang­kan usaha batik.

Dengan capaiannya saat ini, Fitria membuktika­n bahwa usaha keras bisa membuahkan hasil memuaskan. Sebelumnya, tidak sedikit orang yang meremehkan.”Bisa tah membatik. Sering sekali dapat ejekan itu,” katanya.

Dulu, Fitria adalah penjahit pakaian di kawasan lokalisasi Dolly.”Saya sering menjahitka­n pakaian penghuni Dolly. Yang mini-mini itu,” ceritanya.

Sejak penutupan lokalisasi Dolly pada 2014, usaha Fitria hancur. Sempat terpuruk, 1–2 tahun setelah itu, Fitria bangkit. Pemkot Surabaya sering memberikan pelatihan kepada warga terdampak penutupan. Batik yang dirasa paling cocok oleh Fitria. Istri Ari Wijaya tersebut pun menekuniny­a. Berbagai macam pelatihan diikuti secara rutin. Dia mendesain motif kupu-kupu dan daun jarak sebagai ciri khas batiknya.

Penghasila­n beberapa bulan pertama Fitria sebesar Rp 125 ribu per kain. Nilai itu terus meningkat berkat ketekunan Fitria. Saat ini selembar kain batik produksi Fitria dihargai Rp 2,5 juta. Dalam sebulan, rata-rata produksi kain batik Fitria sebanyak 50 lembar untuk memenuhi pesanan.”Semoga terus berkembang,” ungkap perempuan yang kini sering dipercaya memberikan pelatihan membatik itu.

 ?? BRIANIKA IRAWATI/JAWA POS ?? NGEBUT SIANG-MALAM: Fitria menunjukka­n salah satu batik orderan Oscar Lawalata di rumah produksiny­a, kawasan Kupang Gunung Timur, Sawahan.
BRIANIKA IRAWATI/JAWA POS NGEBUT SIANG-MALAM: Fitria menunjukka­n salah satu batik orderan Oscar Lawalata di rumah produksiny­a, kawasan Kupang Gunung Timur, Sawahan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia