Jawa Pos

Epilepsi Tak Kambuh Lagi

Setelah Jalani Operasi

-

SURABAYA – Penderita epilepsi biasanya harus bergantung pada obat selama bertahun-tahun. Namun, obat tidak selalu bisa diandalkan bagi pasien yang sudah kebal (drug resistant epilepsy). Dengan perkembang­an teknologi, operasi epilepsi bisa dilakukan dengan prinsip minimal invasif. Yakni, irisan kulit dan pembukaan tulang yang lebih kecil.

”Pada jenis epilepsi tertentu, harapan sembuhnya bisa mencapai 80 persen,” kata pakar bedah epilepsi dr Heri Subianto SpBS (K) di National Hospital kemarin (16/4). Epilepsi mengakibat­kan seseorang mengalami kejang berulang. Kejang terjadi ketika impuls listrik dihasilkan secara berlebihan sehingga muncul gerak tubuh yang tak terkendali. Mirisnya, penderita dapat mengalami kejang sewaktu-waktu sehingga bisa membahayak­an.

Bedah epilepsi dengan teknik mikro bisa mematahkan pendapat bahwa penyakit itu tidak dapat disembuhka­n. Sebelum membedah, tim dokter melakukan observasi. Caranya, menggunaka­n metode pemeriksaa­n dengan ictal video EEG (electroenc­ephalograp­hy). ”Alat dipasang di kepala pasien. EEG membantu dokter mengetahui area otak yang menjadi pemicu kejang,” jelasnya.

Setelah bagian otak yang bermasalah ditemukan, operasi pun dilakukan. Kesuksesan tindakan operasi terbukti dari salah seorang pasien, Nur Priati, 41. Pasien tersebut ditangani dr Heri dan ahli saraf dr Neimy Novitasari Sps. Tim dokter mengamati pasien selama empat hari. Selama itu, pasien mengalami kejang sebanyak lima kali.

Menurut Heri, Nur mengalami focal epilepsi. Focal artinya area yang menjadi sumber kejang terfokus, kemudian bisa menyebar ke area otak lain. ”Sebelum kejang, Nur merasakan seperti perut tertekan, mual, dan tidak enak. Ini disebut epigastric aura,” terangnya. Pembedahan kepala dilakukan dengan mengiris sekitar 20 cm kulit dengan bukaan tulang sekitar 3 sentimeter.

Sejak dioperasi pada 19 Juli 2017, Nur tidak pernah kambuh lagi. ”Saya sudah tidak khawatir (kejang tiba-tiba) dan malu lagi,” ujar Nur yang dihubungi via telepon kemarin.

Risiko epilepsi 10 persen terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Pada usia tersebut, anak rentan mengalami demam dan kejang. Ketika demam, aliran pembuluh darah kecil di kepala bisa terganggu. Karena itu, suhu harus cepat diturunkan. Pencegahan­nya, meminumkan obat penurun panas dan mengompres dengan air biasa atau hangat. Penyebab lain bisa terjadi karena gangguan kelahiran dan trauma.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia