Jawa Pos

Setelah Bebas Nanti, Saya Ingin Nyantri Dulu

Doa dan Harapan di Acara Basuh Kaki Ibu di LPKA Tangerang

-

Acara basuh kaki ibu memberikan kesempatan kepada hampir seratus anak binaan dan bunda masing-masing untuk saling menyemanga­ti. Juga, membincang­kan apa yang dilakukan setelah bebas. Perwakilan dari berbagai lembaga pembinaan khusus anak di tanah air turut hadir.

SAHRUL YUNIZAR, Tangerang

AIR mata Marlina berlinang. Diusapnya kepala sang anak, Akmal, dengan penuh kasih.

”Jadi anak saleh ya, Nak. Salat jangan ditinggal. Semoga cita-citamu tercapai,” kata Marlina (bukan nama sesungguhn­ya) seraya terus mengusap kepala Akmal (juga bukan nama sebenarnya).

Akmal pun sesengguka­n. Sembari membasuh kaki sang bunda, remaja 18 tahun itu berjanji menuruti petuah sang bunda. ”Kalau nanti saya urus pembebasan bersyarat, mudahmudah­an bisa dapat setengahny­a atau dua pertiga (masa hukuman, Red),” kata Akmal.

Doa dan harapan dari ibu serta anak itu terlontar di tengah acara Family and Society Gathering di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Kelas I Tangerang, Banten

Selain Marlina dan Akmal, ada 97 pasangan ibu dan anak lainnya yang turut serta.

Suasana penuh keharuan pun menyeruak. Seluruhnya, baik ibu maupun anak, menangis sejadi-jadinya begitu aba-aba membasuh kaki dikeluarka­n.

Seluruhnya serentak membasuh kaki ibu masing-masing. Bukan untuk mengingat kesalahan di masa lalu. Melainkan kembali mengucap maaf sembari menguatkan kembali mimpi yang selama ini mereka cita-citakan.

Akmal sudah satu tahun delapan bulan jadi penghuni LPKA Kelas I Tangerang. Menjalani masa hukuman bersama 118 anak lainnya.

Sebelum dihukum di LPKA Kelas I Tangerang, bungsu di antara dua bersaudara itu belajar di salah satu SMK di Tangerang. Dia mengambil jurusan otomotif sesuai minatnya.

Dia berurusan dengan hukum karena terlibat tawuran. Senjata tajam yang dia bawa menewaskan seorang siswa dari sekolah lain. Vonis lima tahun pun dijatuhkan kepadanya. ”Nggak bisa ketemu ibu dan keluarga setiap hari. Itu yang paling berat,” kata Akmal dalam perkacapan dengan Jawa Pos seusai acara, ditemani sang bunda.

Yang melegakan Marlina, putranya tetap bersemanga­t sekolah. Akmal yang kini bersekolah di SMK Istimewa itu baru saja ikut ujian nasional berbasis komputer (UNBK) yang diselengga­rakan serentak.

Akmal bahkan yakin betul dia akan lulus sehingga bisa melanjutka­n sekolah ke jenjang berikutnya. Sang ibu juga sudah menyiapkan semua kebutuhan jika kelak Akmal melanjutka­n ke perguruan tinggi.

Tapi, Akmal punya keinginan lain setelah bebas. ”Saya ingin nyantri dulu, mondok

di pesantren,” katanya.

Marlina tentu saja tak keberatan. ”Saya mendukung saja,” kata ibu dua anak itu.

Pada hari yang sama, acara serupa dihelat di 33 LPKA se-Indonesia. Sebanyak 2.725 anak binaan ikut membasuh kaki ibu mereka. Sebanyak 2.659 di antara jumlah tersebut anak laki-laki. Sisanya 66 perempuan.

Para orang tua menyambut gembira acara tersebut. Sebab, mereka jadi punya kesempatan lebih lama berbincang dengan para buah hati. ”Biasanya, di jam besuk reguler, hanya dibatasi satu jam,” kata Marlina.

Karena terikat pekerjaan sebagai guru, Marlina tentu tidak bisa menjenguk sesering yang dikehendak­i anak keduanya itu. Dia hanya bisa datang dua minggu sekali. Kadang bersama sang suami atau saudara lain.

Meski dihelat serentak di puluhan LPKA se-Indonesia, Family and Society Gathering

dipusatkan di LPKA Tangerang. Karena itu, perwakilan ibu-anak dari berbagai LPKA di Indonesia pun diterbangk­an ke sana.

Salah satunya Siti dan Wawan (keduanya bukan nama sebenarnya). ”Saya senang sekali karena jadi bisa ngobrol bareng Wawan selama perjalanan dari Maros ke Tangerang,” katanya.

Wawan yang baru berusia 16 tahun itu dipenjara lima tahun untuk kasus yang Siti keberatan membicarak­annya. ”Saya selalu nangis kalau bicara soal itu,” katanya sembari mengusap air mata.

Siti mengaku, sepanjang perjalanan dirinya tidak henti menitip pesan kepada sang putra. Agar memanfaatk­an waktu di LPKA Maros. ”Belajar yang rajin, ibadah jangan lupa,” ungkapnya.

Begitu pula ketika sang anak membasuh kakinya. ”Jangan patah semangat, semangat terus,” katanya kepada sang anak.

Bahkan, setelah acara basuh kaki selesai, keharuan masih berlanjut. Termasuk ketika sejumlah anak binaan tampil di panggung. Menampilka­n lagu bertajuk Ibu dari New Sakha.

Sebening tetesan embun pagi Secerah sinarnya mentari Bila ku tatap wajah mu ibu Ada kehangatan di dalam hatiku

Tak semuanya memang mahir menyanyi dan terampil memainkan alat musik. Tapi, kesungguha­n mereka begitu terlihat. Termasuk Akmal yang turut tampil di panggung. ”Lagu itu untuk mama. Sebagai bentuk kerinduan dan permintaan maaf saya,” kata Akmal.

Tapi, bagi Marlina, tanpa meminta maaf pun, dirinya sudah memaafkan sang anak. Karena itu, ketika kakinya dibasuh, dia hanya menangis bahagia. Senang lantaran putranya tetap tumbuh dengan sehat. Lebih dari itu, semangat remaja berperawak­an jangkung tersebut tidak luntur. Semua itu sudah lebih dari cukup bagi Marlina.

”Saya senang dia mau berubah ke arah yang lebih baik,” katanya.

 ?? MUHAMAD ALI/JAWA POS ?? HARU: Suasana acara Family and Society Gathering di LPKA Tangerang pada Selasa lalu (17/4).
MUHAMAD ALI/JAWA POS HARU: Suasana acara Family and Society Gathering di LPKA Tangerang pada Selasa lalu (17/4).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia