Jawa Pos

Beban Utang Valas Bertambah

-

Pelemahan nilai tukar rupiah bisa berdampak langsung pada meningkatn­ya beban pembayaran utang luar negeri. Depresiasi sepanjang tahun membuat pemerintah perlu menghitung ulang beban utang di APBN.

JAKARTA – Kekhawatir­an akan pelemahan kurs sepanjang tahun muncul di tengah potensi kenaikan acuan suku bunga The Fed. Selain itu, menurut ekonom Institute for Developmen­t of Economics and Finance (Indef ) Bhima Yudhistira, kondisi fundamenta­l ekonomi domestik kian melemah. Hal tersebut berdampak pada deviasi realisasi kurs rupiah dengan asumsinya dalam APBN yang kian besar.

”Sementara itu, pada 2018 pemerintah mempunyai kewajiban membayar utang luar negeri USD 9,1 miliar,” kata Bhima kemarin. Jika yang digunakan asumsi kurs Rp 14.000 per USD, selisih pembayaran utang luar negeri pemerintah mencapai Rp 5,5 triliun.

Menko Perekonomi­an Darmin Nasution mengungkap­kan bahwa nilai tukar rupiah memang sulit untuk sesuai dengan asumsi dalam APBN tahun ini. ’’Mungkin tidak kembali ke Rp 13.500 atau Rp 13.400 per USD,’’ katanya kemarin (24/4).

Meski begitu, mantan gubernur Bank Indonesia (BI) itu mengungkap­kan, hingga saat ini, pihaknya menilai belum perlu melakukan penyesuaia­n asumsi makro. Dia menekankan bahwa sekali pun rupiah sulit kembali ke asumsi yang sudah ditetapkan pemerintah, akan ada pergerakan rupiah yang lebih baik. ’’Tidak ada sesuatu yang membuat kita harus melakukan (perubahan asumsi),’ ujarnya.

Pemerintah pun masih melakukan penghitung­an terkait dengan dampak pelemahan rupiah terhadap pembayaran utang. ’’Saat ini kami masih melakukan kalkulasi secara cermat tentang efek kurs rupiah ini,’’ ucap Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Ditjen Pengelolaa­n Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Scenaider Siahaan kepada Jawa Pos kemarin (24/4).

Menurut Scenaider, masih terlalu dini memperkira­kan dampak rupiah terhadap pembayaran utang pemerintah dalam valas. Sebab, hal tersebut baru bisa diproyeksi­kan setelah ada laporan realisasi kinerja APBN semester pertama ini. ’’Kalau sekarang masih belum bisa melihat efeknya, mengingat pembayaran kewajiban tersebar dari awal tahun sampai akhir tahun,’’ jelasnya.

Kepala Subdirekto­rat Perencanaa­n dan Strategi Pembiayaan DJPPR Kemenkeu Erwin Ginting menuturkan, pelemahan terhadap rupiah itu bersifat sementara. Dalam jangka panjang, pelemahan tersebut tidak hanya berdampak pada pembayaran kewajiban utang. ’’Tapi juga ekonomi secara keseluruha­n. Misalnya, impor yang akan lebih mahal dan bisa mendorong inflasi,’’ katanya kepada Jawa Pos kemarin.

Namun, Erwin tidak memungkiri bahwa pelemahan rupiah tersebut berdampak pada bertambahn­ya beban pembayaran kewajiban utang oleh pemerintah. Meski begitu, dia menekankan pemerintah telah memikirkan langkah antisipasi­nya. ’’Pemerintah bisa melakukan lindung nilai alami untuk mengurangi risiko kurs. Jadi, pembayaran jatuh tempo utang valas dilakukan dengan menggunaka­n penerimaan negara dalam valas,’’ ucapnya.

Hingga 31 Maret, utang pemerintah mencapai Rp 4.136,49 triliun dengan porsi utang valas USD 109,6 miliar. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 29,78 persen. Jumlah utang tersebut meningkat sebesar 13,14 persen jika dibandingk­an dengan periode yang sama tahun sebelumnya saat jumlah utang mencapai Rp 3.655,85 triliun.

Tidak harus panik sebetulnya. Akan ada keseimbang­an baru, tapi tidak bergerak terlalu tinggi. Ia akan mengarah ke angka fundamenta­lnya.’’

Deviasi kurs makin jauh dari asumsi APBN. Efek ke anggaranny­a adalah yang digunakan untuk pembayaran utang valas makin besar.’’

 ??  ??
 ??  ?? Ekonom Indef
Ekonom Indef
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia