Jawa Pos

Kawal Terus Kasus Korupsi E-KTP

-

MANTAN Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) akhirnya dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi e-KTP oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Setnov dijatuhi vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti yang totalnya mencapai Rp 66 miliar. Hak politik mantan ketua umum Partai Golkar tersebut juga dicabut.

Keberanian hakim memberikan hukuman 15 tahun penjara kepada Setnov patut diapresias­i. Hanya, uang pengganti terasa sangat kecil apabila dibandingk­an dengan rumor duit yang telah dinikmati Setnov di proyek tersebut. Jika melihat aset yang dimiliki Setnov, sangat mudah membayar denda dan uang pengganti itu.

Sudah tentu orang selicin Setnov akan banding. Itu sudah disampaika­n langsung oleh pengacaran­ya, Maqdir Ismail, kepada awak media. Advokat alumnus Universita­s Islam Indonesia tersebut yakin bisa meringanka­n hukuman Setnov di tingkat pengadilan tinggi atau mungkin nanti di Mahkamah Agung. Artinya, pengadilan kasus Setnov masih panjang.

Karena itu, media dan masyarakat harus terus mengawal kasus Setnov tersebut. Dulu, saat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Setnov bagaikan belut. Berkat media dan perhatian besar masyarakat terhadap kasus Setnov, proses hukum yang berjalan di KPK hingga pengadilan tipikor bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Setelah ini, proses peradilan Setnov berjalan tertutup di Pengadilan Tinggi Jakarta, tapi bukan berarti tidak bisa dikawal. Masyarakat tetap bisa tahu siapa hakim yang menangani kasus Setnov nanti. Juga paniterany­a. Masyarakat juga boleh menanyakan perkembang­an kasus itu di pengadilan tinggi. Setidaknya hal tersebut akan menjadi pesan kepada majelis hakim pengadilan tinggi untuk tidak main-main.

Kita semua tahu, kasus e-KTP melibatkan banyak pihak. Masih banyak nama yang disebut menerima aliran dana e-KTP yang masih bebas merdeka. Bahkan, ada yang menjadi calon kepala daerah. Itu tantangan bagi KPK untuk membuktika­n bahwa tidak ada tebang pilih dalam menangani kasus korupsi e-KTP.

Kasus korupsi e-KTP harus terang benderang. Siapa yang terlibat harus diadili. Sebaliknya, nama-nama yang tidak terkait tapi sempat disebut-sebut terlibat juga harus direhabili­tasi. Tidak ada pilihan lain bagi media dan masyarakat, selain terus mengawal kasus korupsi e-KTP yang menurut KPK berpotensi merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia