Pakai Dana Operasional Presiden
Pengadaan Tas Sembako yang Dibagikan Jokowi
JAKARTA – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno angkat bicara terkait dengan polemik pembagian sumbangan oleh Presiden Joko Widodo. Pengadaan kantong wadah sembako yang nilainya miliaran rupiah dan didanai uang negara, menurut Pratikno, tidak melanggar karena diambil dari dana operasional presiden.
Pada laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Keuangan, pagu anggaran pengadaan kantong tersebut mencapai Rp 3 miliar. Lelang pengadaan itu dilakukan Kemensesneg pada 20 April 2018.
Pratikno mengungkapkan, pengadaan tas sembako dianggarkan melalui pos anggaran bantuan kemasyarakatan yang bersumber dari dana operasional presiden. Dana operasional sendiri bukan hal yang baru, melainkan ada sejak era presiden sebelumnya.
’’Itu sejak zaman dulu kala sudah ada. Cuma penggunaannya saja sudah beda-beda,’’ kata Pratikno di Gedung Krida Bakti, Kemensesneg, Jakarta, kemarin (24/4).
Karena itu, Pratikno meminta hal tersebut tidak dijadikan polemik. Apalagi, penggunaan dana operasional presiden dilangsungkan secara terbuka. ’’Bapak Presiden menggunakannya, ini kan terbuka, semua orang tahu siapa yang menerima. Kami akuntabel untuk administrasi,’’ paparnya. Mensesneg
Kritik atas dana pengadaan kantong bantuan itu dilontarkan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon. Dia menuduh pengadaan tas sembako dan operasi sebar sembako yang dilakukan Presiden Jokowi terkait dengan Pilpres 2019.
’’Dia (Jokowi) melakukan kampanye terselubung menggunakan uang negara. Jadi, enggak boleh itu dan harus dihentikan,’’ ujar Fadli.
Menurut dia, upaya tersebut bisa saja dianggap sebagai curi start kampanye. Hal itu bisa menjadi pelanggaran. Sebab, masa kampanye baru dilaksanakan setelah penetapan pasangan calon pada pilpres, yakni pada 23 September. ’’Ini presiden rasa capres. Jadi, jangan sampai presiden, tapi bertindak sebagai capres,’’ paparnya.
Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengatakan, apa yang dilakukan Jokowi masih berada dalam kapasitasnya sebagai presiden. Jadi, tidak ada pelanggaran. ’’Sampai sekarang belum ada capres,’’ ujarnya.
Mantan wali kota Solo itu baru terikat dengan norma hukum pemilu jika sudah benar-benar menjadi calon presiden.
Itu sejak zaman dulu kala sudah ada. Cuma penggunaannya saja sudah beda-beda.” PRATIKNO