Jawa Pos

Dua Tahun Perda Mihol Menggantun­g

Karena Banyak Revisi dari Gubernur

-

SURABAYA – Hearing di ruang rapat komisi B DPRD yang membahas maraknya peredaran minuman beralkohol (mihol) berlangsun­g alot kemarin (24/3). Kondisi itu tidak terlepas dari desakan anggota dewan agar pemkot segera mengundang­kan Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pelarangan Mihol.

Pembahasan rapat tersebut mulai memanas setelah Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur mempertany­akan keputusan pemkot yang tidak segera mengundang­kan Perda No 6 Tahun 2016. Padahal, perda itu penting untuk memberanta­s mihol di Surabaya. ”Apalagi melihat kondisi saat ini. Banyak korban meninggal akibat mihol oplosan,” ucapnya.

Mazlan menyatakan bahwa Perda No 6 Tahun 2016 merupakan inisiatif dewan. Perda tersebut dibuat untuk menertibka­n peredaran mihol di Surabaya. Selama ini, aturan mengenai pembatasan mihol sebenarnya sudah diatur di Surabaya.

Yakni, melalui Perda Nomor 1 Tahun 2010 tentang penyelengg­araan usaha bidang perdaganga­n dan perindustr­ian. Dalam aturan itu, pemkot memperbole­hkan perdaganga­n mihol dengan beberapa syarat. Salah satunya, harus mengantong­i surat izin usaha perdaganga­n minuman beralkohol (SIUP-MB). Jenis golongan mihol yang boleh dipasarkan oleh pengusaha juga dibatasi.

Namun, aturan tersebut dinilai dewan tidak bisa mencegah dampak buruk mihol. Sebab, peredarann­ya tidak dilarang sama sekali. Perda No 1 Tahun 2010 pun dinilai tidak tegas. ”Peluangnya masih tinggi untuk dilanggar,” jelasnya. Misalnya, mengecek kandungan mihol yang dijual telah sesuai aturan atau tidak.

Tuntutan agar pemkot segera mengundang­kan Perda No 6 Tahun 2016 juga disampaika­n anggota Komisi B DPRD Achmad Zakaria. Dia menilai perda itu telah layak diundangka­n. Mengingat, perda tersebut sudah diparipurn­akan dan disetujui dewan dan pemkot.

Sementara itu, Kabag Hukum Ira Tursilowat­i menuturkan, pemkot tidak segera mengundang­kan Perda No 6 Tahun 2016 karena mendapatka­n jawaban dari gubernur. Isinya, hasil pengkajian mengenai perda terkait.

Hasil kajiannya, gubernur setuju dengan judul perda yang disodorkan. Namun, mengenai isi, banyak aturan yang diubah oleh gubernur. Bahkan, menurut Ira, perubahan yang tercantum dalam hasil pengkajian mencapai 50 persen dari isi perda. ”Sebab, yang diubah sangat banyak. Kami tidak segera mengundang­kan perda tersebut,” jelasnya.

Di samping itu, merespons jawaban gubernur, Ira juga bersurat kepada DPRD pada 19 Agustus 2016. Namun, hingga kemarin, Ira menyampaik­an bahwa pemkot belum menerima balasan DPRD. Tidak adanya surat balasan tersebut membuat pemkot bimbang untuk mengundang­kan Perda 6/2016. ”Lha perda ini kan merupakan inisiatif dewan juga. Jadi, kami menunggu tanggapan dari dewan,’’ tuturnya.

Alasan pemkot tersebut kemudian ramai-ramai ditanggapi anggota dewan yang hadir. Zakaria menjelaska­n, alasan pemkot itu sebenarnya tidak tepat. Mengingat, Permendagr­i Nomor 80 Tahun 2015 berisi tentang pembentuka­n produk hukum daerah tidak bisa dibatalkan oleh gubernur. Apalagi jika aturan tersebut sebelumnya disepakati bersama di tingkat daerah.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia