Menyetir Pakai Alat Kontrol
Gantikan Fungsi Kaki untuk Difabel
SURABAYA – Mengemudi kendaraan adalah salah satu hal yang menjadi cita-cita Anna Budiman. Menderita polio sejak usia tujuh bulan membuat kedua kakinya tidak bisa tumbuh maksimal. Untuk beraktivitas seharihari, dia harus dibantu kruk. Namun, semangat untuk hidup mandiri membuat dia bisa melampaui keterbatasan.
Sebagai desainer, Anna termasuk berprestasi dengan karyanya. Rancangannya menjadi The Best Design untuk Miss World 2013. Berwirausaha tentu menuntut mobilitas tinggi. ”Saya nggak mau bergantung sama orang. Nggak betah kalau disuruh diam aja,” ucapnya saat ditemui di Lenmarc Mall kemarin (24/4).
Dia kemudian berinisiatif memodifikasi mobilnya. Anna membeli alat kontrol portabel dari Amerika Serikat untuk penyandang disabilitas. Alat untuk tangan itu berbentuk tuas. Ia menggantikan fungsi kaki untuk menginjak rem dan gas. Alat tersebut membantu mereka yang memiliki keterbatasan fisik untuk bisa mengemudi seperti orang pada umumnya. Itu penting supaya difabel bisa menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih independen.
”Saya titip saudara yang ada di sana. Penggunaannya bisa untuk mobil otomatis jenis apa saja,” terangnya. Menurut dia, alat tersebut sangat praktis karena bisa dilipat hingga menyerupai tongkat kecil jika tidak digunakan. Saat mengemudi, seluruh pengoperasian menggunakan tangan. Tangan kiri memegang tuas, sementara tangan kanan menyetir.
Anna mulai belajar mengemudi pada 2012. ”Kalau nggak terbiasa, ya sulit. Tapi, jangan salah, saya nyetirnya alus lho. Nggak nyendat-nyendat,” lanjut dia, lalu mengajak Jawa Pos berkeliling kawasan perumahan Bukit Darmo Golf. Juga, Anna memang mahir menyetir. Bahkan di jalan-jalan sempit dan dalam kondisi macet.
Cerita Anna menjadi inspirasi bagi difabel lain untuk tetap hidup mandiri. Menurut psikolog Unair Primatia Yogi Wulandari, kepercayaan diri harus diawali dengan pemahaman tentang diri sendiri. ”Baik itu kelebihan maupun kelemahan yang dimiliki,” tutur dia.
Difabel sering kali hanya berfokus pada kelemahan. Karena itu, mereka perlu diberi pemahaman bahwa setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. ”Tidak ada orang yang hanya diberi kelemahan,” lanjutnya.
Karena itu, tumbuhnya kepercayaan diri didominasi faktor lingkungan. Artinya, orang-orang sekeliling individu penyandang disabilitas perlu bersikap dan berperilaku suportif. Sikap positif bisa dilakukan dengan tidak meremehkan kemampuan dan tidak mengucilkan mereka.
Primatia menambahkan, sebaiknya orang-orang di sekeliling difabel memberikan peluang dan kesempatan bahwa mereka memiliki potensi. Dukungan sosial dapat mengubah pemahaman diri difabel yang merasa bahwa mereka lemah dan terbatas.