Jawa Pos

Pemkot Belum Laksanakan Instruksi Dewan

-

SURABAYA – Permasalah­an kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) sudah dibahas DPRD Surabaya dan pemkot pada Senin lalu (16/4). Dari hasil rapat itu disepakati, pemkot harus membuka pos pengaduan bagi warga yang tak kuat membayar PBB. Namun, hingga kemarin, pemkot belum melaksanak­an instruksi tersebut.

Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur menjadi pengusul pembukaan pos pengaduan tersebut. Usul itu memang disampaika­n untuk warga yang tak kuat membayar PBB. Namun, Mazlan meluruskan bahwa yang seharusnya diturunkan adalah NJOP, bukan penurunan tarif PBB. ’’Itu sangat beda. Tolong pemkot jangan salah artikan instruksi kami,’’ jelas politikus PKB tersebut.

Mazlan menjabarka­n bahwa besaran NJOP menjadi biang keladi kenaikan PBB. Menurut dia, pemkot melakukan banyak kesalahan dalam perhitunga­n NJOP

Hal itu diyakini karena banyak laporan masyarakat yang NJOP rumahnya naik gara-gara ada pembanguna­n hotel atau apartemen di dekat permukiman mereka. Menurut Mazlan, kenaikan tersebut tidak boleh disamarata­kan.

Pria asal Bawean itu meminta ada penilaian NJOP detail zona. Masyarakat yang tidak terima kenaikan NJOP itu bisa mengadu agar tim appraisal menghitung ulang NJOP. ’’Sudah saya sampaikan ke warga. Silakan datang sendiri atau berbondong-bondong sama tetangga agar NJOPnya dikembalik­an seperti semula,’’ lanjut Mazlan.

Mazlan tidak ingin warga mengajukan keringanan PBB. Dia lebih mengarahka­n mereka untuk memperjuan­gkan nilai NJOP rumahnya secara adil. Sebab, jika warga meminta keringanan, kemungkina­nnya ditolak.

Sebab, di dalam Perwali No 6 Tahun 2016, yang berhak mendapat keringanan pajak adalah pensiunan PNS, TNI, dan Polri. Juga veteran perang dan pemilik bangunan cagar budaya. Pemilik lahan tambak atau sawah juga bisa mengajukan keringanan tersebut. Sementara itu, warga umum yang mengajukan harus menyertaka­n slip gaji apabila di bawah upah minimum kota (UMK).

Anggota Komisi B Achmad Zakaria menerangka­n, UMK tidak menjamin warga tersebut mampu membayar PBB. Apabila tagihan PBB warga itu mencapai Rp 2 juta, sedangkan gajinya hanya Rp 3,5 juta, gaji orang tersebut bakal langsung terkuras. ’’Bayaran UMK, tapi anaknya lima. Kecil-kecil. Nah, yang begini harus disurvei. Ini bahayanya kalau NJOP disamarata­kan,’’ jelasnya.

Kepala DPKPD Surabaya Yusron Sumartono menerangka­n bahwa NJOP sudah ditetapkan dalam Perwali No 1 Tahun 2018. Setiap tahun ada evaluasi melalui perwali serupa. Karena itu, pemkot tak mungkin membuka pos aduan untuk warga yang mengingink­an NJOP-nya berubah. ’’Enggak bisa, itu sudah ditetapkan,’’ tegasnya.

Yusron hanya bisa menerima permintaan keringanan pajak bagi warga yang memenuhi syarat sesuai dengan aturan. Menurut dia, permasalah­an itu sudah terjadi setiap tahun. Ada warga yang mengajukan keringanan dan dikabulkan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia