Buat Metode Mikir yang Jadi Percontohan
Mengajar murid kelas I SD mempunyai tantangan sendiri. Guru harus menghadapi siswa yang memulai transisi dari masa bermain ke masa pembelajaran teknis. Siti Marya Ulfah memiliki metode bernama Mikir. Dia diundang Gubernur Soekarwo untuk menjelaskan metode belajar tersebut kemarin (26/4).
PAGI itu siswa kelas I SDN 2 Kebondalem, Kabupaten Mojokerto, memulai kelas dengan antusias. Mereka baru membaca buku mengenai bagian tubuh manusia sebelum duduk berpasang-pasangan. Tidak terkecuali Anifatus Zafirah dan Adelia Cahaya. Dengan bersemangat, keduanya saling bercerita dan melengkapi pembahasan tentang hidung, pipi, tangan, dan kaki.
Aktivitas mereka itu merupakan ide Siti Marya Ulfah. Dia mengembangkan metode belajar yang disebut Mikir. Yakni, akronim dari mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi. Metode tersebut mampu mengembangkan logika siswa yang rata-rata baru berusia tujuh tahun itu.
Dalam penerapan metode tersebut, Ulfah selalu menggunakan alat peraga yang kreatif. ’’Tidak mahal kok, bisa dibuat dari barang bekas seperti botol air mineral atau kardus,’’ ujarnya saat ditemui di ajang Temu Inovasi Pendidikan Dasar Provinsi Jatim di kantor Gubernur Jatim
Dia menunjukkan buku peraga dari kardus dan displai gambar binatang yang dilaminating. Badan binatang itu bertulisan soal-soal untuk dipecahkan. Misalnya, ’’Kamar tidur berantakan, yang kalian lakukan adalah...’’ atau ’’Pasanganbilangan4agarmenghasilkan jumlah 12 adalah...’’
Cara belajar menggunakan displai binatang tersebut dinamakan binatang berkata. Ulfah membuatkan drama dengan menggunakan alat peraga itu. Tujuannya, memancing siswa menjawab soal. Hasilnya, para siswa bersemangat setiap kali belajar di kelas.
Namun, yang lebih penting bagi perempuan kelahiran 4 April 1970 itu, logika dan nalar mereka berkembang. Diberi arahan sedikit saja, para siswa bisa mengembangkan sendiri. Salah satu yang ditunjukkan, displai soal cerita matematika.
Contohnya, Ani mempunyai lima kucing. Mereka melahirkan sepuluh anak. Berapa jumlah kucing Ani sekarang? ’’Itu soal mereka yang buat sendiri,’’ tutur anak sulung enam bersaudara tersebut. Dia hanya memberikan pengantar dengan bercerita tentang angsa. Hari pertama, angsa bertelur delapan butir. Besoknya, dia bertelur lima butir. Berapa jumlah telur angsa sekarang?
Hasil karya lainnya, minibook yang berisi tulisan tangan para siswa. Mereka menuliskan pelajaran yang didapatkan hari itu, melengkapi dengan gambar, dan mengemasnya dalam bentuk buku berukuran kecil. Seolah-olah para siswa menulis buku mereka sendiri seperti pengarang buku yang karyanya biasa mereka baca.
Ulfah menuturkan, metode belajar yang dirinya kembangkan merupakan hasil diskusi rutin kelompok kerja guru. Mau tidak mau harus dicari solusi untuk problem-problem yang dimuncul- kan dalam forum rapat. Dari situlah, dia menciptakan metode Mikir yang prosesnya berurutan sesuai abjad. Metode itu dia terapkan dan terus dikembangkan hingga saat ini.
Dimulai dari mengalami. Siswa harus mengalami sendiri proses belajar. Pada waktunya belajar membaca, harus ada pengalaman membaca yang didapatkan siswa. Kemudian, setelah siswa mengalami, ada interaksi. ’’Setelah membaca, mereka berinteraksi dengan temannya. Di situ terjadi diskusi,’’ ucapnya. Kemudian, komunikasi. Setelah berdiskusi dengan kawannya, mereka bisa menyampaikan hasil diskusi tersebut kepada teman-teman di kelas.
Konsep pendidikannya itu mendapatkan apresiasi dari Unicef dan menjadi percontohan bagi sekolah-sekolah lain seIndonesia. Sudah tidak terhitung berapa kali sekolahnya didatangi delegasi dari sekolah di berbagai daerah untuk studi banding. Bahkan, sejumlah sekolah mengajukan guru mereka untuk magang cara menerapkan metode belajar yang diciptakan Ulfa.
Biasanya, magang dilakukan empat hari. Tiga hari pertama, guru magang mengamati cara Ulfah membimbing siswa. Kemudian, pada hari keempat, mereka terjun langsung mengajari para siswa Ulfah. ’’Kalau tidak praktik langsung, kita tidak akan tahu salahnya di mana,’’ ungkap Ulfah.
Ulfah sebenarnya tidak menyangka bakal menjadi guru kelas I. Latar belakang pendidikannya ialah guru agama. Dia mulai mengajar pada 1989 dengan gaji Rp 7.500 per bulan sebagai guru honorer. Setiap beberapa tahun, honornya dinaikkan. Hingga akhirnya, pada tahun ke-15 honornya menjadi Rp 150 ribu per bulan. Pada 2009 dia lolos menjadi guru dengan status PNS. ”Dari awal sampai sekarang menjadi guru kelas I,” ujarnya.