Pertanyakan Nasib Siswa
Namun, hingga masalah pencurian data UNBK mencuat, tidak ada tindakan sama sekali dari pemkot. Kepala sekolah masih menjabat hingga kini. Menurut para guru, kepala sekolah dilindungi oknum dispendik. ”Kalau sekarang muncul masalah yang lebih besar, siapa yang disalahkan. Dulu dibilangi enggak ngandel (tidak percaya, Red),” ujar politikus PDIP tersebut.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti meminta dispendik segera me- ngevaluasi prosedur penyelenggaraan UNBK. Dispendik bertanggung jawab atas penyelenggaraan ujian SMP di seluruh wilayah Surabaya.
Adanya dugaan kebocoran soal mestinya disikapi dispendik dengan memperketat panduan operasional. Terutama dari segi SDM yang berkualitas dan berintegritas. ”Agar kebocoran yang melibatkan teknisi dan petugas ujian tidak terjadi lagi ke depan,” lanjutnya.
Selain evaluasi sistem pelaksanaan UNBK, saat ini yang tidak kalah penting untuk disikapi dispendik adalah dampak buruk bagi siswa sekolah di Kecamatan Bulak itu. Apakah siswa harus mengulang ujian atau sebaliknya, hasil ujian tersebut tetap sah digunakan untuk melanjutkan ke SMA/SMK.
Reni menyayangkan dugaan kebocoran UNBK itu. Sebab, pemkot selama ini selalu mengatakan kepada publik bahwa pelaksanaan UNBK di Surabaya mengedepankan kejujuran dan integritas.
Penyelidikan terhadap dugaan pencurian data tersebut memasuki tahap akhir. Polisi meneliti aktor utama alias orang yang paling bertanggung jawab atas bocornya soal ujian itu. Kapolrestabes Surabaya Kombespol Rudi Setiawan menyatakan, pihaknya sudah melayangkan surat panggilan pemeriksaan ke pihak sekolah. Yang bakal diperiksa adalah Kepala SMPN 54 Surabaya Keny Erviati.
Menurut Rudi, para penyidik unit tipidek sudah melayangkan surat panggilan pada Jumat (27/4). Saat ditanya apakah kepala sekolah itu termasuk ke dalam aktor, Rudi enggan menjawab. ’’Jangan tanya ke sana dulu, penyelidikan masih berlangsung,” ujarnya.
Hingga kemarin sore, ada lima saksi yang diperiksa. Belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Proses penelitian barang bukti di Labfor Mabes Polri Cabang Surabaya masih berlangsung. ’’Kami masih mencari jejak digitalnya,” jelas Rudi.
Polisi dengan tiga melati di pundak itu menambahkan, dugaan tindak pidana pencurian data tersebut masuk jenis kriminal khusus. Tindakan itu bisa dijerat pasal 30 juncto pasal 46 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pengaksesan Komputer dan Sistem Elektronik tanpa Izin. ”Sejauh ini, pasal tersebut yang paling relevan menggambarkan tindak pidananya,” kata Rudi.
Para pelaku yang melanggar pasal tersebut diancam hukuman penjara selama 6–8 tahun. Selain itu, ada jeratan denda mulai Rp 600 juta hingga Rp 800 juta.
Saat dikonfirmasi, Keny Erviati masih tidak merespons. Baik melalui telepon maupun pesan singkat WhatsApp. Jawa Pos juga sempat mendatangi SMPN 54, tetapi Keny tidak terlihat di sekolah. Berdasar pengakuan seorang guru, Keny tidak datang ke sekolah.
Di sisi lain, Kepala Inspektorat Surabaya Sigit Sugiharsono berencana mengklarifikasi pihak sekolah dan komite besok (30/4). Laporan guru soal kepala sekolah sering dia terima. Namun, kasus yang satu itu paling parah. ”Kami telusuri dulu. Apakah benar laporan guru-guru itu,” jelas Sigit.