Jawa Pos

Apakah Jong-un Pemain Watak?

Yang Tersisa dari Pertemuan Korut-Korsel

-

Masih banyak yang tidak percaya pertemuan bersejarah dua pemimpin Korea terjadi pada Jumat (27/4) di Panmunjom, desa perbatasan, itu. Setelah beberapa bulan lalu saling melontarka­n kecaman, Kim Jong-un dan Moon Jae-in bisa saling berjabat tangan dan berpelukan. Apakah itu bagian dari tipuan Korut?

EUFORIA pertemuan Korut dengan Korsel belum usai. Berita-berita di televisi yang menampilka­n pertemuan antara pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in masih berseliwer­an. Di antaranya, disiarkan di TV seukuran billboard (papan reklame) yang terletak di berbagai sudut Kota Seoul. Siaran tersebut seakan memberikan penegasan kepada publik bahwa pertemuan itu nyata.

Itu kali pertama wajah Jong-un ditampilka­n di TV dan rakyat Korsel menyambut dengan senyuman. Biasanya, jika ada berita tentang Jong-un, kedua negara sedang tegang. Sebab, Jong-un biasanya muncul saat negaranya tengah menguji coba misil balistikny­a.

Tetapi, kali ini beda. Jong-un memberikan harapan dan ketenangan baru kepada penduduk Korsel. Terutama yang tinggal di wilayah perbatasan. Mereka yang berhadapan langsung dengan wilayah Korut itulah yang selama ini merasakan tegangnya hubungan kedua negara. Selama bertahunta­hun mereka dibayangi ancaman serangan militer.

Secara teknis, kedua negara memang masih dalam status perang. Pada 1953, dua negara sepakat mengakhiri Perang Korea dengan gencatan senjata. Bukan damai.

Hingga sekarang, pria Korsel yang berusia 18–35 tahun harus menjalani wajib militer selama dua tahun. Jaga-jaga seandainya Korut menyerang. Korsel juga memiliki lebih dari 3 ribu shelter seandainya terjadi serangan bom.

’’Secara teori, kami sedang gencatan senjata. Tapi, situasinya sangat menakutkan ketika ada uji coba misil dan nuklir,’’ ujar Jang Gyuwon, penduduk Korsel, sebagaiman­a dilansir CNN kemarin (28/4).

Amerika Serikat (AS) yang selama ini menjadi sekutu Korsel bahkan menempatka­n 28 ribu tentaranya di negara tersebut untuk jaga-jaga. Ada kemungkina­n pasukan AS itu akan ditarik jika perdamaian Korut dan Korsel terealisas­i.

’’Penarikan itu akan kami diskusikan dalam negosiasi dengan sekutu-sekutu kami terlebih dahulu dan juga dengan Korut,’’ ujar Menteri Pertahanan AS James Matttis pada Jumat (27/4), sesaat sebelum pertemuan Korut-Korsel berlangsun­g.

Tidak semua orang memang percaya dengan senyum lebar dan tawaran damai Jong-un. Miha Hribenik, analis senior di konsultan risiko global Verisk Maplecroft, menegaskan bahwa soal kemungkina­n Korut menyerahka­n senjata nuklir dan misil balistikny­a masih sama kecilnya dengan sebelumnya. Tidak ada yang berubah.

Deklarasi yang ditandatan­gani Korut-Korsel memang memberikan harapan positif. Tetapi, itu hanyalah sebuah awal. Setelah deklarasi tersebut, banyak hal yang masih harus dikerjakan.

’’Hanya karena dia (Jong-un) tampak seperti orang yang periang tidak berarti niatnya tulus atau dia tidak akan meluncurka­n misil lagi,’’ tegas peneliti senior organisasi nonprofit James Martin Center for Nonprolife­ration Studies di Middlebury Institute of Internatio­nal Studies Catherine Dill. Menurut dia, sebagian senyum Jon-un palsu dan untuk pencitraan saja.

Bagi para pengamat politik, memang seperti disuguhi pengulanga­n sejarah dengan pemain yang berbeda. The New York Times memaparkan bahwa kakek Jong-un, Kim Il-sung, juga pernah menawarkan perdamaian kepada Presiden AS Bill Clinton pada 1994. Dia berjanji menutup reaktor yang memproduks­i plutonium. Sebagai gantinya, Korut akan mendapat suplai minyak dan batasan perdaganga­n dengan negaranya dilonggark­an. Kesepakata­n tersebut runtuh pada 2002 setelah salah seorang negosiator Korut mengaku bahwa pihaknya masih menjalanka­n program pengayaan uranium secara rahasia.

Enam tahun kemudian giliran ayah Jong-un, Kim Jong-il. Dia menawarkan perdamaian kepada George W. Bush. Sama dengan ayahnya, Jong-il mengingink­an sanksi AS dihapuskan. Korut berjanji memaparkan aktivitas program nuklirnya, menghentik­an reaktor nuklirnya, dan mengizinka­n inspeksi internasio­nal.

Lagi-lagi Korut menipu AS. Mereka tidak menunjukka­n program nuklirnya dengan lengkap. Pyongyang juga mengusir delegasi yang dikirim untuk melakukan inspeksi. Sebulan setelah pengusiran, Korut kembali menguji coba senjata nuklir.

Karena pengalaman itu, beberapa pihak tidak terlalu banyak berharap dengan tawaran Jong-un. Meski jika dibandingk­an dengan dua pendahulun­ya, Jong-un dianggap lebih mahir bermain peran. Itu tampak dalam bahasa tubuhnya saat bertemu dengan Moon Jae-in Jumat lalu. Kalau benar, Jong-un sungguh pemain watak yang jempolan.

Apa pun itu, AS harus bersiap. Sebab, bola panas kini berada di tangan mereka. Jong-un bakal bertemu dengan Presiden AS Donald Trump. Suami Melania itu masih yakin bahwa hal baik bisa terjadi dalam pertemuan yang akan digelar Mei atau awal April nanti itu.

’’Kami mengerucut kepada dua negara,’’ ujar Trump dalam konferensi pers bersama Kanselir Jerman Angela Merkel. Pernyataan­nya itu merujuk kepada lokasi pertemuan antara dia dan Jong-un. Trump tidak menyebutka­n di mana tepatnya. Tetapi, sumber di internal Gedung Putih mengungkap­kan bahwa Singapura dan Mongolia menjadi pilihan.

Singapura tentu saja menjadi pilihan utama. Sebab, Mongolia dinilai kurang ideal, letaknya yang agak terpencil. Kota-kota di Tiongkok maupun Korsel tidak bisa dijadikan lokasi pertemuan karena dinilai tidak netral.

Negara-negara di Eropa juga harus dicoret. Jong-un bakal kesulitan menuju Benua Biru itu karena pesawat milik Korut sudah tua. Sanksi ekonomi selama bertahun-tahun memang membuat Korut tidak bisa meremajaka­n armada pesawatnya.

Trump juga menegaskan bahwa kejadian yang menimpa Bill Clinton dan George W. Bush tidak akan terulang. Dia tidak berharap banyak. Trump ingin ada kesepakata­n. Tetapi, kalaupun tidak ada kesepakata­n, juga tidak ada masalah. ’’Kami tidak akan dipermaink­an. AS di masa lalu dipermaink­an seperti sebuah biola,’’ tegasnya. (sha/c4/dos)

 ?? KOREA SUMMIT PRESS POOL VIA REUTERS ?? SISI HUMANIS: Pertemuan antara Kim Jong-un (kiri) dan Moon Jae-in diwarnai atmosfer bersahabat dan penuh canda. Meski begitu, sejumlah analis masih meragukan ketulusan Korut menepati perjanjian.
KOREA SUMMIT PRESS POOL VIA REUTERS SISI HUMANIS: Pertemuan antara Kim Jong-un (kiri) dan Moon Jae-in diwarnai atmosfer bersahabat dan penuh canda. Meski begitu, sejumlah analis masih meragukan ketulusan Korut menepati perjanjian.
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia