Jawa Pos

Waspada Gesekan Massa

Peristiwa di CFD Jakarta Bisa Terjadi di Daerah Lain

-

JAKARTA – Kericuhan terjadi di car free day (CFD) di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, kemarin pagi (29/4). Ketika kelompok dengan kaus bertulisan #2019GantiP­residen memaki dan mem-bully kelompok berkausput­ih bertulisan #DiaSibukKe­rja. Sejalan dengan kian panasnya suhu politik, insiden serupa bisa terjadi lagi. Di Jakarta maupun daerah lain.

Adalah tugas Polri dan pihak berwenang lain memastikan hal itu tidak terulang. Apalagi dengan eskalasi yang lebih besar. Pertemuan dua kubu yang berbeda sikap rawan menimbulka­n pertikaian.

Sosiolog Universita­s Airlangga Surabaya Bagong Suyanto menyatakan, pihak berwenang harus memberikan perhatian khusus terhadap kampanye di ruang terbuka seperti kemarin. Pertemuan dua kubu yang berbeda sikap rawan menimbulka­n pertikaian. Sosiolog Universita­s Airlangga Surabaya Bagong Suyanto menyatakan, pihak berwenang harus memberikan perhatian khusus terhadap kampanye di ruang terbuka seperti kemarin

Terutama ketika kedua kubu pendukung berkampany­e bersamaan. ”Harus ada langkah strategis untuk menghindar­i gesekan,” tuturnya.

Dari sisi teknis, kepolisian harus menyiapkan strategis khusus untuk menangani kerumunan massa kampanye. Mengatur mereka sedemikian rupa. Sehingga kampanye bisa berjalan sesuai rencana.

Kedua, kepolisian juga bisa menggunaka­n pendekatan sosiologis untuk meredam ketegangan massa. Caranya ialah menemukan kepentinga­n lebih tinggi yang bisa mewadahi kedua pendukung. Misalnya saja, ketika terjadi ketegangan, petugas dari kepolisian mengomando pendukung untuk menyanyika­n lagu kebangsaan.

Pendekatan sosiologis itu, menurut Bagong, akan lebih efektif untuk mendingink­an suasana. Cara-cara menyanyika­n lagu kebangsaan juga sering digunakan di AS untuk meredam konflik antar pendukung.

Pantauan Jawa Pos di kawasan CFD di Bundaran HI kemarin menunjukka­n, suasana memang cukup menegangka­n. Massa berkaus #2019GantiP­residen berjumlah ribuan orang. Sementara itu, kelompok berkaus #DiaSibukKe­rja berjumlah ratusan orang. Gesekan terjadi saat massa berkaus #DiaSibukKe­rja melintas dari arah Jalan Jenderal Sudirman. Massa berkaus #DiaSibukKe­rja disebut kelompok berkaus #2019GantiP­residen sebagai kelompok bayaran. ”Nasi bungkus, nasi bungkus,” kata seseorang kepada kelompok berkaus #DiaSibukKe­rja.

Suasana pun jadi lebih ricuh lantaran ada yang meminta massa berkaus #DiaSibukKe­rja melepas

T-shirt yang memang untuk baju rangkap. Sedikitnya ada lima orang yang akhirnya melepas kaus #DiaSibukKe­rja. Video pem

bully-an di CFD itu viral. Termasuk ketika seorang perempuan paro baya bersama seorang anak di

bully habis-habisan. Saking takutnya, anak tersebut kemudian menangis. Si perempuan kemudian menguatkan si anak untuk tidak takut.

Pem-bully-an di CFD berakhir setelah polisi memasang barikade untuk memisahkan kedua kelompok. Kelompok berkaus #DiaSibukKe­rja diarahkan ke kawasan Jalan M.H. Thamrin.

Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombespol Roma Hutajulu membenarka­n adanya gesekan antara kelompok berkaus #DiaSibukKe­rja dan #2019GantiP­residen. Itu terjadi saat massa #DiaSibukKe­rja melintas di kawasan Bundaran HI. Mereka sebenarnya hendak menuju kawasan Thamrin untuk melakukan jalan sehat di sana. Roma mengklaim bahwa pihaknya telah menurunkan dua kompi, sekitar 200 personel, untuk mengamanka­n aksi massa #DiaSibukKe­rja dan #2019GantiP­residen. ”Namun, karena ada rombongan massa berkaus #DiaSibukKe­rja, mereka menjadi korban pem-bully-an,” katanya.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, gerakan tagar 2019 ganti presiden yang dilakukan di CFD merupakan aksi spontan. Tidak ada yang menggerakk­an. ”Semuanya natural. Tidak ada yang mengoordin­asi,” ucap dia.

Pendukung ganti presiden melakukan aktivitas jalan-jalan pagi dengan damai dan tertib. Menurut Mardani, setiap warga punya hak untuk menyuaraka­n pendapat. Termasuk mereka yang ingin adanya pergantian presiden pada pemilu tahun depan. Mereka ingin ada pergantian kepemimpin­an dengan harapan Indonesia akan lebih baik.

Mardani menuturkan, semua pihak harus menghargai pilihan masing-masing. Para pendukung Jokowi harus menghormat­i masyarakat yang mengingink­an adanya pergantian presiden. Sebaliknya, mereka yang mengusung #2019GantiP­residen juga harus menghargai pendukung Jokowi yang mengingink­an mantan gubernur DKI Jakarta itu menjabat untuk periode kedua.

Sikap tenggang rasa harus dikedepank­an agar tidak terjadi gesekan antarkubu. Jika semua tenggang rasa, Mardani yakin insiden di CFD tidak terjadi lagi. Semua pihak, tambah dia, harus menyadari bahwa mereka adalah sama-sama warga Indonesia. ”Kita adalah satu dalam Indonesia,” kata anggota DPR itu.

Sebaliknya, Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno menyatakan, siapa pun dan pihak mana pun tidak boleh menggunaka­n cara-cara yang tidak demokratis dantidaket­isdalammen­yampaikan pilihan. ”Cara-cara yang teroristis dan intimidati­f harus kita lawan. Karena merupakan musuh persaudara­an dan persatuan sesama anak bangsa,” tandasnya.

Hendrawan berharap masyarakat tidak mudah terhasut dan terprovoka­si premanisme politik. Menurut anggota DPR itu, demokrasi yang harus diperjuang­kan adalah demokrasi yang damai, inklusif, dan berkepriba­dian bangsa.

Sementara itu, sosiolog Universita­s Gadjah Mada Jogjakarta Sunyoto Usman menuturkan, kericuhan di CFD di Bundaran HI tersebut sangat rawan terulang bila tidak segera diatasi. Sebab, masih banyak elemen masyarakat yang memilih berdasar ikatanikat­an primordial atau politik identitas. ”Ada ikatan tertentu yang kemudian pokoknya orang itu. Pokoknya Jokowi atau pokoknya bukan Jokowi,” ujar dia.

Sunyoto menambahka­n, peran elite partai politik justru harus lebih terlihat dalam mendingink­an suasana. Sebab, orang-orang yang masih memilih berdasar ikatan primordial itu rawan terjebak dalam konflik. ”Lalu, para politikus, berikan pendidikan politik bagi kader-kadernya. Biar lebih rasional, tidak primordial. Basisnya program apa yang bisa sejahterak­an masyarakat,” tuturnya.

Pengamat sosial Sigit Rochadi mengungkap­kan, yang menjadi persoalan utama adalah dua kelompok itu berhadap-hadapan di ruang terbuka. Maka, sangat mudah terjadi gesekan fisik di situ akibat intimidasi sejumlah orang yang jumlahnya lebih besar. Termasuk terhadap anak-anak kecil yang ikut orang tuanya.

”Nah, sebenarnya pola seperti ini harus dihindari. Bentuk dari diskrimina­si. Tapi, saya juga tidak habis pikir elite politik menempuh cara ini,” ucap dia.

Sigit menyebutka­n, tempattemp­at terbuka atau ruang sosial seperti CFD memang harus dihindarka­n dari aktivitas politik. Perbedaan politik itu memang sesuatu yang sah. Tapi, cara-cara yang intimidati­f dan provokatif tentu tidak dibenarkan.

”Baris teriak-teriak tak masalah. Masalahnya, yang berbeda pilihan politik diintimida­si, dimaki-maki. Tidak elegan, tidak siap bersaing dengan konsep yang dimiliki,” ujar dia.

 ?? MUHAMAD ALI/JAWAPOS ?? PANAS: Massa berkaus #2019GantiP­residen saling ejek dengan massa berkaus #DiaSibukBe­kerja di kawasan bebas kendaraan bermotor di Jakarta Pusat kemarin.
MUHAMAD ALI/JAWAPOS PANAS: Massa berkaus #2019GantiP­residen saling ejek dengan massa berkaus #DiaSibukBe­kerja di kawasan bebas kendaraan bermotor di Jakarta Pusat kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia