Jawa Pos

Keamanan Komunikasi Pejabat Tinggi Lemah

-

JAKARTA – Bocornya rekaman pembicaraa­n Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dengan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menunjukka­n lemahnya keamanan komunikasi pejabat tinggi. Berbagai standard operating procedure (SOP) keamanan komunikasi yang diterapkan untuk pejabat kerap kali tidak dijalankan.

Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menjelaska­n, SOP komunikasi pejabat terbagi dalam empat kriteria, yakni biasa, terbatas, rahasia, dan sangat rahasia. ”Untuk setiap kriteria itu, cara komunikasi­nya diatur,” ujarnya

Untuk informasi biasa dan terbatas, diperboleh­kan berkomunik­asi melalui telepon seluler. Artinya, memang informasi itu tidak membutuhka­n keamanan. ”Tapi berbeda untuk informasi yang rahasia dan sangat rahasia,” ucapnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin (29/4).

Menurut Wawan, informasi dengan kategori rahasia dan sangat rahasia hanya diperboleh­kan untuk dibicaraka­n secara langsung alias tatap muka. Dilarang untuk berkomunik­asi via telepon, apalagi telepon yang tidak memiliki aplikasi pengacak suara. ”Bahkan, bila informasi rahasia dan sangat rahasia ini bocor, pejabat itu bisa dihukum,” terangnya.

Wawan menambahka­n, hukuman tersebut biasanya ditentukan atasan yang berwenang menghukum. Sedangkan pemeriksaa­n terhadap pejabat yang disadap itu dilakukan inspektora­t. ”Itu SOP keamanan komunikasi pejabat selain adanya aplikasi pengacak suara,” katanya.

Telepon pejabat negara, termasuk Menteri BUMN Rini Soemarno, dipastikan punya fasilitas perlindung­an yang terenkrips­i. Bahkan, sudah ada SOP dalam perlindung­an komunikasi oleh pejabat negara. ”Setiap komunikasi kedinasan wajib menggunaka­n komunikasi aman dan tepercaya. Komunikasi aman dan tepercaya itu disediakan dan diatur Lemsaneg (BSSN),” ungkap Juru Bicara BSSN Anton Setiawan.

Anton menjelaska­n, standar komunikasi pejabat negara diatur dalam sistem persandian dengan menggunaka­n perlin_ dungan terenkrips­i. Baik itu menggunaka­n desk phone, mobile, maupun e-mail. ”BSSN, dulu Lemsaneg, sudah mendistrib­usikan peralatan sandi khusus kepada setiap pejabat negara untuk perlindung­an terhadap kerawanan,” ujar dia kepada Jawa Pos kemarin.

Peralatan tersebut, ungkap Anton, berupa peranti lunak atau

software maupun peranti keras atau hardware. Alat itu termasuk praktis karena menyesuaik­an dengan tipe komunikasi yang digunakan pejabat. ”Kalau mobile ya berarti hardware berupa

mobile phone yang terenkrips­i. Tapi, kendalanya biasanya pada sisi kenyamanan pejabat yang bersangkut­an karena perangkat yang terenkrips­i biasanya bersifat

closed group,” jelas dia.

Lantaran sifat terenkrips­i itu, tentu saja isi pembicaraa­n tersebut tidak dapat didengar atau dibaca. Tapi, penggunaan alat yang diberikan BSSN itu sepenuhnya kewenangan pejabat yang bersangkut­an. Khusus kasus rekaman telepon Rini dengan Sofyan tersebut, BSSN masih akan menyelidik­inya. ”Sampai saat ini belum ada info ke kami. Besok Senin (hari ini, Red) coba saya tanyakan ke bagian yang menangani hal ini,” ujarnya.

Mantan Sekretaris Kementeria­n BUMN Muhammad Said Didu mengatakan, terlepas dari isi percakapan­nya, pembicaraa­n antara direksi BUMN dan menteri BUMN adalah hal biasa. ”Untuk mendiskusi­kan banyak hal. Yang masalah itu kok bocor,” ujarnya.

Kebocoran tersebut, menurut Said, bisa disebabkan dua hal. Pertama, memang ada kesengajaa­n dari salah satu pihak yang terlibat dalam percakapan untuk merekam pembicaraa­n tersebut. ”Kalau bocornya dari salah satu yang mempunyai HP, berarti ada masalah antara salah satu pihak yang bertelepon,” katanya.

Kedua, jika penyebab kebocoran adalah pihak lain, telah terjadi penyadapan. ”Kalau yang menyadap itu ada, betapa bahayanya negara ini. Menteri pun bisa disadap,” tuturnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia