Jawa Pos

Penyadapan dan Ancaman Privasi

-

Munculnya rekaman pembicaraa­n Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Dirut PLN Sofyan Basir di medsos sontak viral. Media mainstream pun ikut ramai. Bagaimana tidak. Rekaman percakapan itu beredar dengan narasi ’’bagi-bagi fee proyek’.’ Mencuat di tahun politik. Dilakukan menteri BUMN yang dikenal sangat dekat dengan presiden. Dan, BUMN sering dituding menjadi sapi perah untuk logistik politik penguasa.

Tentu, kita semua sependapat bahwa korupsi harus diberantas. Kongkaliko­ng proyek harus diusut. Tapi, kita juga harus berpikir jernih.

Dalam kasus ini, rekaman yang kadang terdengar mendengung tak jelas itu memang beberapa kali menyebut kata ’’persen’.’ Sofyan Basir menyebut tak ingin 7,5 persen, tapi minta 30 persen.

Namun, sudah ada penjelasan dari Rini maupun Sofyan bahwa konteks ’’persen’’ itu bukan ’’fee proyek’,’ melainkan ’’kepemilika­n saham PLN dalam proyek LNG storage di Bojonegara’.’ Dengan melakukan cek dan ricek, kita bisa memahami bahwa konteks yang sesungguhn­ya bukan soal ’’fee proyek’.’

Memang, perlu ada penjelasan lagi soal penyebutan ’’Ari’’ yang merujuk pada Ari Soemarno, mantan Dirut Pertamina yang juga kakak kandung Rini Soemarno. Ari pernah disebut-sebut menjadi komisaris dari perusahaan yang diplot untuk mengoperas­ikan terminal LNG itu. Jika ingin klir, pihak-pihak terkait harus menjelaska­nnya.

Tapi, di balik upaya pihak tertentu ’’menyerang’’ Rini Soemarno, sebenarnya ada hal lain yang lebih krusial. Apa itu? Penyadapan. Beredarnya rekaman sadapan telepon seorang pejabat tinggi di media sosial jelas sebuah skandal.

Jika penyadapan dilakukan untuk kepentinga­n penegakan hukum, kita perlu mengapresi­asi. Terbukti, banyak kasus korupsi yang terbongkar berkat sadapan telepon. Namun, kalau sadapan beredar di medsos, itu persoalan serius.

Jika pejabat tinggi negara bisa begitu mudah disadap dan rekamannya beredar di media sosial, bagaimana dengan kita, rakyat biasa? Bagaimana hak-hak privasi warga negara?

Polisi harus mengungkap kasus penyadapan itu. Menelusuri dari mana asal mula munculnya rekaman sadapan. Dari situ, bisa diusut siapa penyadap dan pembocorny­a. Apalagi, pihak yang memiliki kemampuan menyadap telepon hanya beberapa instansi.

Tapi, nuansa politik dalam kasus penyadapan selalu kental. Karena itu, dibutuhkan komitmen politik dari pucuk pimpinan di negeri ini; presiden. Tanpa itu, kasus-kasus penyadapan tak akan pernah terkuak dan privasi warga negara terus terancam.

 ?? ERIE DHINI/JAWA POS ??
ERIE DHINI/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia